SISTEM
PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM
A.
DEFINISI
DAN MOTIVASI PRODUKSI
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata
“produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai
dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu
mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu
zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan
pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Kahf mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif
islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik
materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup
sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Produksi merupakan urat nadi dalam
kegiatan ekonomi. Dalam kehidupan ekonomi, tidak akan pernah ada kegiatan
konsumsi, distribusi, ataupun perdagangan barang dan jasa tanpa diawali oleh
proses produksi. Secara umum produksi merupakan proses untuk menghasilkan suatu
barang dan jasa, atau proses peningkatan utility
(nilai) suatu benda. Dalam istilah ekonomi, produksi merupakan suatu proses
(siklus) kegiatan-kegiatan ekonomi untuk menghasilkanbarang atau jasa tertentu
dengan memanfaatkan factor-faktor produksi dalam waktu tertentu.
Dalam system ekonomi islam, definisi
produksi tidak jauh berbeda dengan apa yang disebutkan di atas. Akan tetapi,
dalam system ini, ada beberapa nilai yang membuat system produksi sedikit
berbeda, di mana barang yang diproduksi dan proses produksi serta proses
distribusi harus sesuai dengan nilai-nilai syariah. Dalam artian, semua
kegiatan yang bersentuhan dengan proses produksi dan distribusi harus dalam
kerangka halal. Karena itu, terkadang dalam system ekonomi islam ada pembatasan
produksi terhadap barang-barang mewah dan bukan merupakan barang kebutuhan
pokok. Dengan tujuan untuk menjaga resources
yang ada agar tetap optimal. Di samping itu, ada beberapa nilai yang dapat
dijadikan sandaran oleh produsen sebagai motivasi dalam melakukan proses
produksi, yaitu:
Pertama,
profit bukanlah
satu-satunya elemen pendorong dalam berproduksi, sebagaimana halnya yang
terjadi pada system kapitalisme. Kendatipun profit sebagai target utama dalam
produksi, namun dalam system ekonomi islam perolehan secara halal dan adil
dalam profit merupakan motivasi utama dalam berproduksi.
Kedua, produsen harus memperhatikan dampak social sebagai akibat atas
proses produksi yang dilakukan. Walaupun proses produksi pada suatu lingkungan
masyarakat dianggap mampu menanggulangi masalah social (pengangguran), namun
harus memperhatikan dampak negatif dari proses produksi yang berimbas pada
masyarakat dan lingkungan, seperti limbah produksi, pencemaran lingkungan,
kebisingan, maupun gangguan lainnya. Selain itu, barang yang diproduksi
pun harus merefleksikan kebutuhan dasar masyarakat, sehingga produktivitas
barang dapat disesuaikan dengan prioritas kebutuhan yang harus didahulukan
untuk diproduksi. Produsen Muslim tidak akan memproduksi barang dan jasa yang
bersifat tersier dan skunder selama kebutuhan primer masyarakat terhadap barang
dan jasa belum terpenuhi.
Ketiga, produsen harus memperhatikan nilai-nilai spiritualisme, di mana
nilai tersebut harus dijadikan sebagai penyeimbang dalam melakukan produksi. Di
samping produksi bertujuan untuk mendapatkan profit yang maksimal, produsen
berkeyakinan dalam memperoleh ridho Allah. Hal ini bertujuan untuk menjaga
perintah dan larangan Allah dalam berbagai kegiatan produksi. Selain itu, dalam
menetapkan harga barang dan jasa harus berdasarkan nilai-nilai keadilan. Upah
yang diberikan kepada karyawan harus mencerminkan daya dan upaya yang telah
dilakukan oleh karyawan, sehingga tidak terdapat pihak yang tereksploitasi.
Allah SWT berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang
lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77).
Uraian di atas menunjukan adanya
aturan syariah dalam mengoptimalkan segala kemampuan dan memanfaatkan fasilitas
yang ada untuk diberdayakan sebagai barang dan jasa demi kemaslahatan
masyarakat. Dalam hal ini, syariah sangat menganjurkan adanya profesionalisme
kerja dalam proses produksi. Karena segala sesuatu harus ditempatkan pada
porsinya dan berdasarkan keseriusan dalam operasional. Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya Allah suka kepada seorang
hamba yang sungguh-sungguh dan serius dalam pekerjaannya (profesional).”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar