Pages

Sabtu, 30 Maret 2013

Sistem Produksi dalam Islam. by: Mulkan Saputra H


SISTEM PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM

A.                DEFINISI DAN MOTIVASI PRODUKSI
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Kahf mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Produksi merupakan urat nadi dalam kegiatan ekonomi. Dalam kehidupan ekonomi, tidak akan pernah ada kegiatan konsumsi, distribusi, ataupun perdagangan barang dan jasa tanpa diawali oleh proses produksi. Secara umum produksi merupakan proses untuk menghasilkan suatu barang dan jasa, atau proses peningkatan utility (nilai) suatu benda. Dalam istilah ekonomi, produksi merupakan suatu proses (siklus) kegiatan-kegiatan ekonomi untuk menghasilkanbarang atau jasa tertentu dengan memanfaatkan factor-faktor produksi dalam waktu tertentu.
Dalam system ekonomi islam, definisi produksi tidak jauh berbeda dengan apa yang disebutkan di atas. Akan tetapi, dalam system ini, ada beberapa nilai yang membuat system produksi sedikit berbeda, di mana barang yang diproduksi dan proses produksi serta proses distribusi harus sesuai dengan nilai-nilai syariah. Dalam artian, semua kegiatan yang bersentuhan dengan proses produksi dan distribusi harus dalam kerangka halal. Karena itu, terkadang dalam system ekonomi islam ada pembatasan produksi terhadap barang-barang mewah dan bukan merupakan barang kebutuhan pokok. Dengan tujuan untuk menjaga resources yang ada agar tetap optimal. Di samping itu, ada beberapa nilai yang dapat dijadikan sandaran oleh produsen sebagai motivasi dalam melakukan proses produksi, yaitu:
Pertama, profit bukanlah satu-satunya elemen pendorong dalam berproduksi, sebagaimana halnya yang terjadi pada system kapitalisme. Kendatipun profit sebagai target utama dalam produksi, namun dalam system ekonomi islam perolehan secara halal dan adil dalam profit merupakan motivasi utama dalam berproduksi.
Kedua, produsen harus memperhatikan dampak social sebagai akibat atas proses produksi yang dilakukan. Walaupun proses produksi pada suatu lingkungan masyarakat dianggap mampu menanggulangi masalah social (pengangguran), namun harus memperhatikan dampak negatif dari proses produksi yang berimbas pada masyarakat dan lingkungan, seperti limbah produksi, pencemaran lingkungan, kebisingan, maupun gangguan lainnya. Selain itu, barang yang diproduksi pun harus merefleksikan kebutuhan dasar masyarakat, sehingga produktivitas barang dapat disesuaikan dengan prioritas kebutuhan yang harus didahulukan untuk diproduksi. Produsen Muslim tidak akan memproduksi barang dan jasa yang bersifat tersier dan skunder selama kebutuhan primer masyarakat terhadap barang dan jasa belum terpenuhi.
Ketiga, produsen harus memperhatikan nilai-nilai spiritualisme, di mana nilai tersebut harus dijadikan sebagai penyeimbang dalam melakukan produksi. Di samping produksi bertujuan untuk mendapatkan profit yang maksimal, produsen berkeyakinan dalam memperoleh ridho Allah. Hal ini bertujuan untuk menjaga perintah dan larangan Allah dalam berbagai kegiatan produksi. Selain itu, dalam menetapkan harga barang dan jasa harus berdasarkan nilai-nilai keadilan. Upah yang diberikan kepada karyawan harus mencerminkan daya dan upaya yang telah dilakukan oleh karyawan, sehingga tidak terdapat pihak yang tereksploitasi.
Allah SWT berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77).
Uraian di atas menunjukan adanya aturan syariah dalam mengoptimalkan segala kemampuan dan memanfaatkan fasilitas yang ada untuk diberdayakan sebagai barang dan jasa demi kemaslahatan masyarakat. Dalam hal ini, syariah sangat menganjurkan adanya profesionalisme kerja dalam proses produksi. Karena segala sesuatu harus ditempatkan pada porsinya dan berdasarkan keseriusan dalam operasional. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah suka kepada seorang hamba yang sungguh-sungguh dan serius dalam pekerjaannya (profesional).” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar