ARTIKEL PERKEMBANGAN EKONOMI MIKRO DI INDONESIA
By. Muhammad Romi
112310009
Mengungkap Kekuatan Ekonomi Mikro Dalam Mengentaskan
Kemiskinan di Indonesia
Globalisasi merupakan kondisi yang
menciptkan suatu keniscayaan bagi negara-negara dunia ketiga terutama
Indonesia, kekuatannya tidak bisa ditandingi oleh sistem regulasi yang
tertutup, globalisasi juga bisa membuat negara tersebut maju dan globalisasi
juga bisa membuat negara tersebut menjadi miskin. Logical Framework of
Globalization adalah bagaimana dunia ini merupakan dunia tanpa batas, dan
globalisasi juga menciptakan keterbukaan terutama dalam perdagangan
Internasional, sehingga globalisasi di klaim oleh pecinta globalisasi sebagai
formula untuk bisa memajukan negara yang miskin, berkembang dan menjadi negara
yang maju. Globalisasi telah menciptakan pertumbuhan bagi negara-negara di Asia
dengan ditunjukan oleh banyaknya orang yang sejahtera karena eksport
industrialisasi, tetapi banyak juga mengagap bahwa dengan globalisasi orang
tereksploitasi oleh prosesnya. Oleh karena itu globalisasi bagi negara
berkembang dalam hal ini Indonesia merupakan suatu potret suram akibat
keganasan globalisasi, hal yang kasat mata adalah semakin miskinnya orang
Indonesia.
Globalisasi dan Kemiskinan
Perubahan mekanisme dunia menuju
pasar bebas yang telah di ungkap oleh Ronald Reagan dan Margaret Thatcher telah
menjadi suatu mekanisme dominan terhadap proses hubungan antar negara, sehingga
negara tersebut harus bisa terpacu untuk berkompetisi, kompitisi yang tidak
sehat sering mewarnai dalam proses ekonomi, sehingga sering terjadi proses
protek-memprotek, klaim-mengklim hasil produk, dan yang paling nyata adalah
negara berkembang sering dirugikan karena prosesnya, proses tersebut melalui
mekanisme yang di buat oleh lembaga internasional dalam hal ini WTO.
Salah satu yang percaya bahwa
globalisasi merupakan mekanisme yang baik, yaitu di ungkapkan oleh Riant
Nugroho yang mengatakan bahwa globalisasi merupakan kunci dari pembangunan,
globalisasi secara ekonomi didasarkan pada mekanisme pasar global, sehingga
mekanisme itu dirangsang oleh perkembangan teknologi sehingga mendorong transformasi
ekonomi, sehingga akan mengurangi kemiskinan.
Globalisasi sangat dipengaruhi oleh pemikiran kapitalisme yang mempunyai pandangan filsafat ekonomi klasik, tokoh yang sangat berpengaruh dalam pandangan ini adalah Adam Smith dan dua pemikir yang tidak kalah pentingnya dalam pembentukan pandangan ini, yaitu David Ricardo dan Thomas Robert Maltus serta sangat di elu-elukan oleh dua pemikir pada jaman sekarang, yaitu Francis Fukuyama dan Thomas L. Friedman yang memberikan tesisnya tentang globalisasi, liberalisme, privatisasi, dan kapitalisme sebagai akhir sejarah.
Globalisasi sangat dipengaruhi oleh pemikiran kapitalisme yang mempunyai pandangan filsafat ekonomi klasik, tokoh yang sangat berpengaruh dalam pandangan ini adalah Adam Smith dan dua pemikir yang tidak kalah pentingnya dalam pembentukan pandangan ini, yaitu David Ricardo dan Thomas Robert Maltus serta sangat di elu-elukan oleh dua pemikir pada jaman sekarang, yaitu Francis Fukuyama dan Thomas L. Friedman yang memberikan tesisnya tentang globalisasi, liberalisme, privatisasi, dan kapitalisme sebagai akhir sejarah.
Realitas yang terjadi adalah
Indonesia merupakan dari negara dunia ketiga yang belum mampu membendung pasar
bebas dan hal tersebut merupakan suatu keniscayaan serta sewaktu-waktu akan
siap membinasakannya. Dalam hal pertanian pun negara kita belum bisa mampu
membendung produk-produk dari luar yang mempunyai nilai kompetitif lebih
dibandingkan dengan produk pertanian negara kita, maka kita sering menjumpai
buah-buahan import, padi import, kedelai import dan produk pertanian import
lainnya di sekitar kita sampai-sampai di pasar tradisional pun ada, sehingga
pertanyaan kita, apakah pemerintah telah menciptakan pembangunan yang
berbasiskan pada kerakyatan ?.
Masalah pengangguran dan kemiskinan
merupakan masalah klasik yang selalu melekat dan menjadi ciri khas negara
Indonesia, masalah ini juga merupakan masalah yang paling klimaks dihadapi oleh
negara ini, sebab proses penyelenggaraan negara yang begitu panjang akan
membayangkan adanya pengurangan angka pengangguran dan kemiskinan, karena hal
tersebut merupakan mainstream dari sebuah pembangunan. Konsep yang amat dekat
dengan konsep kemiskinan adalah impoverishment (hal-hal menyebabkan seseorang
atau sesuatu menjadi lebih miskin). Proses impoverisment adalah sebuah proses
aktif menghilangkan akses dan hak-hak dasar yang secara sistematik direproduksi
dan diciptakan oleh sejumlah mekanisme global seperti kerusakan lingkungan
hidup, kehancuran sumberdaya rakyat, inflasi, pengangguran dan politik utang
luar negeri. Proses inilah yang dikenal sebagai proses pelemahan
(disempowerment) ekonomi, ekologi, sosial, politik dan kebudayaan khususnya
bagi kelompok-kelompok masyarakat minoritas dan terpinggirkan.
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang
berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar
39,05 juta (17,75 persen). Di bandingkan dengan penduduk miskin pada Februari
2005 yang berjumlah 35,10 juta (15,97 persen), berarti jumlah penduduk miskin
meningkat sebesar 3,95 juta (BPS).
Data kemiskinan yang paling fenomenal
dan diperkirakan oleh Bank Dunia, yaitu sebanyak 3,1 juta orang jatuh ke dalam
jurang kemiskinan akibat kenaikan harga beras 33 persen selama periode Februari
2005 sampai Maret 2006.
Dasar perhitungannya, tiga perempat dari kaum miskin adalah
konsumen bersih (net consumer) beras. Berdasarkan data Bank Dunia, jumlah orang
miskin, yang hidup dengan 1 dollar AS per hari pada tahun 2006 diperkirakan
19,5 juta orang, akan turun menjadi 17,5 juta orang pada 2007. Adapun orang
miskin yang hidup dengan 2 dollar AS per hari juga Jaringan Informasi Kebijakan
Publik http://www.suarapublik.org Powered by Joomla! Generated: 2 March, 2010,
20:04 diprediksi berkurang, dari 113,8 juta orang pada tahun 2006 menjadi 108,2
juta orang pada 2007. Asumsinya, ekonomi Indonesia bisa tumbuh dari 5,5 persen
pada 2006 menjadi 6,2 persen pada 2007 dan jumlah penduduk bertambah dari 229,5
juta di 2006 menjadi 232,9 juta pada 2007 (Kompas 15 November 2006).
Dengan ungkapan-ungkapan diatas maka
akan memberikan sedikit analisa yaitu bahwa globalisasi secara realitas yang
terjadi di Indonesia malah mengsengsarakan rakyat, misalnya kemiskinan semakin
bertambah, hal yang perlu digaris bawahai adalah analisa pendapatan perkapita
secara kuantitatif tidak bisa dijadikan barometer tingkat kemiskinan di
Indonesia (walaupun penulis memberikan pemaparan data secara kuantitatif) sebab
data pendapatan perkapita yang dijadikan landasan untuk mengukur sejaumana
tingkat pertumbuhan di Indonesia tidak sesuai dengan realitas, karena
pendapatan perkapita Indonesia bisa di wakili hanya dengan 10% dari bangsa ini,
karena globalisasi akan menciptakan marginalisasi antara yang si kaya dengan si
miskin dan faktannya benar !, bangsa ini mengalami kemiskinan yang sangat parah
secara kasat mata.
Fakta yang kasat mata kita ketahui
tentang kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah kemiskinan yang sangat
parah, misalnya di daerah Cirebon masih banyaknya masyarakat yang memakan roti
basi yang cilakanya makanan itu sebagai makanan pengganti nasi aking yang
semakin kesini semakin merangkak naik akibat kenaikan harga beras yang
membumbung tinggi. perlu di ketahui bahwa nasi aking adalah nasi bekas yang di
keringkan, di masak serta di konsumsi oleh masyarakat kita (Liputan 6 SCTV),
yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah hal tersebut di namakan keberhasilan
pembangunan. Nah dengan melihat fenomena tersebut maka apa yang harus dilakukan
supaya bangsa ini bisa terangkat dari jurang kemiskinan yang sudah terlalu
dalam, pertanyaan tersebut seharus bisa dijawab oleh bangsa ini melalui
pemberdayaan masyarakat dengan dukungan kebijakan pemerintah dan swasta yang
pro terhadap pengentasan kemiskinan.
Permasalahan yang ada dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan Melalui Proses Pemberdayaan Ekonomi Mikro. Defenisi Usaha mikro menurut ADB, adalah usaha-usaha non-pertanian yang mempekerjakan kurang dari 10 orang termasuk pemilik usaha dan anggota keluarga. Sedangkan USAID mendefinisikan Usaha mikro adalah kegiatan bisnis yang mempekerjakan maksimal 10 orang pegawai termasuk anggota keluarga yang tidak dibayar. Kadangkala hanya melibatkan 1 orang, yaitu pemilik yang sekaligus menjadi pekerja.
Permasalahan yang ada dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan Melalui Proses Pemberdayaan Ekonomi Mikro. Defenisi Usaha mikro menurut ADB, adalah usaha-usaha non-pertanian yang mempekerjakan kurang dari 10 orang termasuk pemilik usaha dan anggota keluarga. Sedangkan USAID mendefinisikan Usaha mikro adalah kegiatan bisnis yang mempekerjakan maksimal 10 orang pegawai termasuk anggota keluarga yang tidak dibayar. Kadangkala hanya melibatkan 1 orang, yaitu pemilik yang sekaligus menjadi pekerja.
Kepemilikan aset dan pendapatannya
terbatas. Dan lembaga yang sangat populer di kalangan kita serta mempunyai moto
tidak ada kemiskinan di dunia yaitu Bank Dunia mendefinisikan Usaha mikro
adalah merupakan usaha gabungan (partnership) atau usaha keluarga dengan tenaga
kerja kurang dari 10 orang, termasuk di dalamnya usaha yang hanya dikerjakan
oleh satu orang yang sekaligus bertindak sebagai pemilik (self-employed).
Usaha mikro sering merupakan usaha
tingkat survival (usaha untuk mempertahankan hidup–survival level activities),
yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil.
Dengan melihat beberapa defenisi
tentang usaha mikro, maka hal yang perlu di garis bawahi adalah bagaimana
kekuatan usaha mikro bisa di jadikan sebagai alternatif dalam mengurangi
pengangguran, karena pengurangan pengangguran secara otomatis akan memberikan
dampak positif untuk bisa mengurangi kemiskinan di Indonesia, tetapi alternatif
tersebut tidak bisa jalan begitu saja tanpa mendapatkan dukungan secara
maksimal oleh pemerintah dan swasta dengan memberikan akses keadilan bagi usaha
tersebut.
Peranan pemberdayaan seharusnya bisa
terealisasi apabila pemerintah dan swasta bisa menciptakan suatu program yang
sifatnya memberikan akses modal kepada usaha mikro, sebab kendala yang banyak
dihadapi oleh usaha ini adalah masalah permodalan, fenomena permodalan ini
apabila kita kaji lebih empiris di lapangan yaitu masih adanya ketidakadilan
dalam penyalurannya, misalnya usaha mikro sering dipersulit untuk bisa
mendapatkan modal, seperti prosedur yang berbelit-belit, harus ada jaminan,
serta banyak lembaga keuangan tidak menyediakan permodalan bagi usaha mikro.
Dan fenomena tersebut bisa kita lihat secara kasat mata sehingga dengan fenomena
tersebut pemerintah dan swasta belum berpihak pada pembangunan yang berbasiskan
kerakyatan.
Sehingga usaha mikro sering
mengalihkan pinjaman permodalan kepada lembaga-lembaga keuangan informal,
sehingga yang terjadi adalah penghisapan atau eksploitasi oleh lembaga informal
dalam hal ini rentenir, eksploitasi tersebut terjadi dengan bunga yang tinggi,
tetapi eksploitasi tersebut bisa dinikmati atau diterima oleh usaha mikro, nah
itu merupakan fenomena yang harus segera dijawab oleh pemerintah dengan membuat
kebijakan yang benar-benar di
implementasikan.
Data yang menunjukan bahwa pembiayaan yang bersumber dari lembaga keuangan non bank sebanyak 82.962 UKM atau mengalami peningkatan sebesar 10,93 persen, perbankan sebanyak 385.383 UKM atau mengalami peningkatan sebesar 6,55 persen dan sumber permodalan lainnya sebanyak 661.629 UKM atau mengalami peningkatan sebesar 3,43 persen. Sedangkan sumber permodalan yang berasal dari modal ventura mengalami penurunan dari tahun sebelumnya hingga mencapai 50,18 persen yaitu dari 16.002 UKM menjadi 7.972 UKM (BPS 2001). Sehingga kesimpulannya adalah data tersebut menunjukan bahwa sebagian besar permodalan untuk usaha mikro berasal dari lembaga-lembaga keuangan informal.
implementasikan.
Data yang menunjukan bahwa pembiayaan yang bersumber dari lembaga keuangan non bank sebanyak 82.962 UKM atau mengalami peningkatan sebesar 10,93 persen, perbankan sebanyak 385.383 UKM atau mengalami peningkatan sebesar 6,55 persen dan sumber permodalan lainnya sebanyak 661.629 UKM atau mengalami peningkatan sebesar 3,43 persen. Sedangkan sumber permodalan yang berasal dari modal ventura mengalami penurunan dari tahun sebelumnya hingga mencapai 50,18 persen yaitu dari 16.002 UKM menjadi 7.972 UKM (BPS 2001). Sehingga kesimpulannya adalah data tersebut menunjukan bahwa sebagian besar permodalan untuk usaha mikro berasal dari lembaga-lembaga keuangan informal.
Strategi Untuk Merealisasikan Kekuatan Ekonomi Mikro Dalam
Pengentasan Kemiskinan
Dengan melihat realitas permasalahan yang ada dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui proses pemberdayaan ekonomi mikro sebagai pilar pembangunan, maka strategi-strategi yang harus di gunakan adalah sebagai berikut :
Adanya kerjasama yang mutalisme antara pemerintah, swasta serta elemen masyarakat menengah (LSM, Akademsi, Wartawan, Profesional dll) untuk bisa mendorong ekonomi mikro untuk bisa menjadi salah satu tembok dalam menghindari kemiskinan. Strategi itu bisa dilakukan apabila ketiga elemen tersebut memiliki kesamaan visi dan misi dalam pembangunan, misalnya dalam pembinaan pemberdayaan ekonomi mikro.
2. Pemerintah harus bisa menciptakan regulasi yang pro terhadap ekonomi mikro, misalnya dalam era otonomi daerah ini pemerintah daerah yang sangat mengedepankan peraturan daerah, maka peraturan daerah tersebut harus bisa mendorong kekuatan ekonomi lokal, bukan malah sebaliknya mendorong ekonomi sebagian kelompok orang saja yang nota benenya dari kalangan ekonomi besar. Oleh karena itu jangan ada peraturan daerah yang mendorong resistensi masyarakat terhadap pemerintah daerah seperti penggusuran pedagang kaki lima tanpa memberikan solusi yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak, hal-hal tersebut harus di hindari oleh pemerintah daerah apabila ingin menciptakan kekuatan ekonomi mikro sebagai pilar untuk upaya dalam mengentaskan kemiskinan di daerah.
3. Pemerintah, swasta, dan elemen masyarakat yang diwakili
oleh LSM harus bisa membuat lembaga-lembaga keuangan mikro yang kuat serta
mengedepankan distribusi keadilan dalam prosesnya. Hal tersebut supaya usaha
mikro bisa terhindar dari rentenir yang nota benenya akan mengeksploitasi usaha
mikro dengan bunga yang tinggi.
4. Lembaga keuangan mikro harus bisa berkompetisi dengan
lembaga keuangan yang informal dengan mengedepankan pelayanan yang pro terhadap
usaha mikro, sehingga usaha mikro akan tertarik serta nyaman dalam melakukan
pinjamannya, hal yang terpenting dan merupakan indikator pelayanan adalah
proses pelayanan yang tidak berbelit-belit.
5. Dan yang terakhir adalah bagaiman ketiga elemen tersebut
mempunyai komitmen dalam bekerjasama untuk bisa merealisasikan visi dan misi
dalam melenyapkan kemiskinan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar