NORMA DAN MORAL PRODUKSI DALAM ISLAM
Artikel
ini dipublish pada 9 July 2012 at 12:46 oleh Ibawa, dikutip oleh peni ronita
Kegiatan produksi merupakan mata
rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan
barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan
ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan
jasa kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Dalam Islam, seluruh
kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami.
Nilai-nilai moral itulah yang kemudian membuat sistem ekonomika Islam lebih
berpihak pada kesejahteraan masyarakan secara umum. Seperti yang dikatakan
Mannan bahwa produksi dalam Islam haruslah memenuhi criteria objektif yang
dinilai uang, juga criteria subjektif yang dinilai dengan adanya etika dalam
berproduksi.
Para ahli ekonomi mendefinisikan produksi sebagai “menghasilkan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan” Atau bila kita artikan secara konvensional, produksi adalah proses menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya yang ada. Produksi tidak berarti menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun yang dapat menciptakan benda. Oleh karenanya dalam pengertian ahli ekonomi, yang dapat dikerjakan manusia hanyalah membuat barang-barang menjadi berguna,disebut “dihasilkan”. Produksi bisa ditilik dari dua aspek; kajian positif terhadap hukum-hukum benda dan hukum-hukum ekonomi yang menentukan fungsi produksi, dan kajian normatif yang membahas dorongan-dorongan dan tujuan produksi. Pembahasan mengenai nilai, norma, dan etika dalam produksi termasuk kedalam aspek normative yang banyak dikaji oleh para ahli teori social.
Para ahli ekonomi mendefinisikan produksi sebagai “menghasilkan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan” Atau bila kita artikan secara konvensional, produksi adalah proses menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya yang ada. Produksi tidak berarti menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun yang dapat menciptakan benda. Oleh karenanya dalam pengertian ahli ekonomi, yang dapat dikerjakan manusia hanyalah membuat barang-barang menjadi berguna,disebut “dihasilkan”. Produksi bisa ditilik dari dua aspek; kajian positif terhadap hukum-hukum benda dan hukum-hukum ekonomi yang menentukan fungsi produksi, dan kajian normatif yang membahas dorongan-dorongan dan tujuan produksi. Pembahasan mengenai nilai, norma, dan etika dalam produksi termasuk kedalam aspek normative yang banyak dikaji oleh para ahli teori social.
Yusuf Qardhawi paling tidak membagi
pembahasan terkait dengan norma menjadi beberapa pembahasan yakni:
1) Peringatan Allah akan kekayaan
Alam
Allah telah menciptakan kekayaan
alam untuk manusia dengan berbagai macam jenis. Pertama, lapisan bumi dengan
unsur yang berbeda-beda, berupa lapisan udara atau berbagai jenis gas. Kedua,
lapisan kering, yang terdiri dari debu, bebatuan, dan barang tambang. Ketiga,
lapisan air. Keempat, lapisan tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam yang terdiri
dari ilalang dan hutan belukar. Juga kekayaan laut, baik yang terdapat ditepi
pantai atau dilautan luas.
Jika kita renungkan didalam
Al-qur’an, maka kita akan mendapatkan bahwa ia menganjurkan kepada kita untuk
menggunakan sumber-sumber kekayaan alam. Al-qur’an merangsang akal kita
mengarahkan pandangan kita kepada dunia yang dikelilingi oleh air, udara
lautan, sungai,tumbuh-tumbuhan, hewan dan benda mati; matahari dan bulannya,
malam dan siangnya. Semua itu diciptakan untuk diambil manfaatnya oleh umat
maniusia.
Memanfaatkan Kekayaan Alam
Tergantung Pada Ilmu dan Amal
a. Ilmu atau Sains
Al-qur’an menjelaskan bahwa
memanfaatkan itu semua terfokus dalam dua hal. Pertama, ilmu atau sains yang
berdiri diatas fondasi rasio dan akal budi. Melalui akal budi ini, Allah
membedakan manusia dari hewan. Yang dimaksud dengan sains disini adalah
spesialisasi dalam berbagai disiplin ilmu.Buktinya adalah firman Allah:”
Tidaklah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit.”
b. Kerja
Ilmu tidak bermanfaat kalau tidak
dipraktekkan dengan bekerja. Bekerja dibutuhkan bukan hanya sekali waktu,
tetapi terus-menerus. Bekerja dibutuhkan untuk menghasilkan sesuatu yang
terbaik dan untuk mencapai karunia Allah.”Apabila telah menunaikan shalat maka
bertebaranlah dimuka bumi dan carilah karunia Allah.” Bekerja dalam Islam
adalah suatu kewajiban bagi mereka yang mampu. Tidak dibenarkan bagi seorang
muslim berpangku tangan dengan alasan mengkhususkan waktu untuk beribadah
kepada Allah atau bertawkkal. Dan Islam sangat mengagungkan bekerja, dan
memasukkannya sebagai bagian daripada ibadah. Disisi lain, pekerjaan
dikategorikan sebagai jihadjika diniatkan dengan ikhlas dan diiringi dengan
ketekunan dan ihsan.
2) Bekerja Sendi Utama Produksi
Para ahli ekonomi menetapakan bahwa
produksi terjadi lewat peranan tiga atau empat unsur yang saling berkaitan
yaitu alam, modal, dan bekerja. Sebagian ahli lain menambahkan unsur disiplin.
Para ekonom muslim berbeda pendapat tentang apa yang ditetapkan islam dari
unsur-unsur ini. Sebagian dari mereka menghapuskan salah satu dari empat unsur
itu berdasrkan teori, pertimbangan, dan hasil penelitian mereka. Menurut
penulis, jauh dari pembagian yang dilakukan oleh para ekonom kapitalis
pembagian diatas berperan dalam proses produksi tetapi unsur yang terutama
adalah alam dan bekerja.
Produktivitas timbul dari gabungan
kerja antara manusia dan kekayaan bumi. Bumi adlah tempat membanting tulang dan
manussia bekerja diatasnya. Adapun unsur lain seperti disiplin tidak lebih dari
pada strategi dan pengawasan, sementara modal tidak lebih daripada aset, baik
berbentuk alat ataupun bangunan yang semuanya merupakan hasil kerja manusia.
Dalam hal ini, produksi dapat dilihat dari dua segi yaitu, segi teknis ekonomi
dan segi normative. Pandangan islam tentang produksi adalah menyangkut aspek
normatif. Dalam Islam, sebagaimana terlihat dalam Al-qur’an terdapat ajaran
tentang dorongan dan tujuan produksi, yaitu mendorong umat manusia khususnya
umat Islam untuk bekerja dan memproduksi segala hal keperluan hidup mereka agar
dapat hidup makmur dan sejahtera
Tujuan Diwajibkannya Bekerja
a. Untuk Mencukupi Kebutuhan Hidup.
b. Untuk Kemaslahatan Keluarga
c. Untuk Kemaslahatan Masyarakat
d. Hidup Untuk Kehidupan dan Untuk
Semua yang Hidup
e. Bekerja untuk Memakmurkan
3) Berproduksi Dalam Lingkaran Yang
Halal
Prinsip etika dalam produksi yang
wajib dilaksanakan oleh setiap muslim baik individu maupun komunitas adalah
berpegang pada semua yang dihalalkan Allah dan tidak melampaui batas. Pada
dasarnya produsen dalam tatanan ekonomi konvensional tidak mengenal istilah
halal dan haram. Yang menjadi prioritas kerja mereka adalah memenuhi keinginan
pribadi dengan mengumpulkan laba, harta dan uang. Ia tidak memikirkan apakah
yang diproduksinya berbahaya atau tidak, bermanfaat atau tidak, baik atau
buruk, etis atau tidak etis.
Adapun sikap seorang muslim sangat
bertolak belakang. Ia tidak boleh menanam apa-apa yang diharamkan seperti poppy
yang diperoleh dari buah opinium, demikian pula cannabis atau heroin. Seorang
muslim tidak boleh menanam segala jenis tumbuhan yang menurut WHO, sains, dan
hasil riset berbahaya bagi manusia.
4) Dalam Produksi harus ada
perlindungan Kekayaan Alam
Etika yang terpenting adalah menjaga
sumber daya alam karena ia merupakan nikmat dari Allah kepada hambaNya. Setiap
hamba wajib mensyukurinya dan slah satu cara mensyukuri nikmat adalah dengan
menjaga sumber daya alam dari polusi, kehancuran, atau kerusakan. “ Dan
janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah Allah memperbaikinya.”
Ekonomi Islam sangat menganjurkan
dilaksanakan aktivitas produksi dan mengembankanya, baik segi kualitas maupun
kuantitas. Ekonomi islam tidak rela jika tenaga manusia atau komoditi terlantar
begitu saja. Islam menghendaki semua tenaga dikerahkan untuk meningkatkan
produktivitas lewat itqan (ketekunan) yang diridhai oleh Allah atas segala
sesuatunya.
Tujuan lain dari produksi ialah
memenuhi target swasembada masyarakat. Dengan kata lain masyarakat harus
memiliki kemampuan pengalaman, serta metode untuk memenuhi kebutuhannya, baik
material ataupun spiritual, sipil atau militer. Tanpa adanya swadaya ini, kita
tidaj dapat mewujudkan kemerdekaan dan membentuk umat pilihan yang kuat
sebagaimana dikatakan oleh Allah dalam kitab Suci-Nya, “padahal kekuatan itu
hanya bagi Allah, bagi Rasulnya dan bagi orang-orang mukmin”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar