Atikel
Ekonomi Islam
Kegiatan
menjaminkan barang-barang untuk memperoleh sejumlah uang dan dapat ditebus kembali
setelah jangka waktu tertentu tersebut disebut dengan nama usaha gadai. Dengan
usaha gadai masyarakat tidak perlu takut kehilangan barang-barang berharganya
dan jumlah uang yang diinginkan dapat disesuaikan dengan harga barang yang
dijaminkan. Perusahaan yang menjalankan usaha gadai disebut perusahaan
pegadaian dan secara resmi satu-satunya usaha gadai di Indonesia hanya
dilakukan oleh Perusahaan Pegadaian.
Secara
umum pengertian usaha gadai adalah dengan lembaga gadai. kegiatan menjaminkan
barangbarang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan
barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara
nasabah.
Pegadaian
Syariah
Terbitnya
PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan
Pegadaian,
satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban
oleh
Pegadaian
untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000
yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang.
Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal
16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah
meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis
anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang,
akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai
langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah. Konsep
operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas
rasionalitas,
efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi
Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian
Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di
bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis
mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai
konvensional.
Tujuan
Pendirian
Pada
saat pendirian syaraih oleh Bank Muamalat Indonesia dan Perum Pegadaian melalui
program
musyarakah ditetapka visi dan misi dari pegadaian syariah yang akan didirikan,
yang keduanya mensiratkan tujuan didirikannya pegadaian syariah. Visi pegadaian
syariah adalah menjadi lembaga keuangan syariah terkemuka di Indonesia.
Sedangkan misinya ada tiga:
ü Memberikan
kemudahan kepada masyarakat yang ingin melakukan transaksi ang halal.
ü Memberikan
superior return bagi investor.
ü Memberikan
ketenangan kerja bagi karyawan.
Pendanaan
Aspek
syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan
dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar
terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah
termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal
sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke
depan Pegadaian juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain
untuk memback up modal kerja.
Rasulullah
bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh
yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila
ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang
yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada
orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan) nya. (HR
Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari)
Ijtihad
Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat
boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai ini. Jumhur ulama
berpendapat bahwa disyariatkan pada waktu tidak berpergian maupun pada waktu
berpergian, berargumentasi kepada perbuatan Rasulullah SAW terhadap riwayat
hadis tentang orang Yahudi tersebut di Madinah Di samping itu, para ulama sepakat
membolehkan akad Rahn ( Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuhu,
1985,V:181)
Landasan
ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no
25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan
menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan.
Perbadaan
Pengadaian Konvesional Dan Pengadaian Syariah
Dari
penjelasan saya ini dapat dilihat perbedaan yang cukup mendasar dari teknik
transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu :
ü Di
Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut
sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
ü Pegadaian
konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan
jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional,
keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian
konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata
lain melakukan praktik fidusia.
Hal
ini sangat berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan
barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan. Pegadaian syariah
tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa
bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang sudah diatur
oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang
yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah
pinjaman. Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar
sejumlah dari yang dipinjamkan.
Salam
Generasi Rabbani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar