Pages

Jumat, 28 Juni 2013

Tiga Opsi Pengelolaan BBM Dalam Khilafah


Oleh: Hafidz Abdurrahman
Rencana pemerintah SBY menaikkan harga BBM jenis premium dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 dengan argumen untuk menyelamatkan APBN, karena jika tidak dinaikkan, konon APBN akan jebol, sebenarnya mencerminkan dua hal: Pertama, kemalasan berpikir pemerintah untuk mencari solusi yang tepat dan tidak menyengsarakan rakyat. Kedua, ketundukan pada asing, khususnya negara-negara kafir penjajah.
Kemalasan berpikir dan ketundukan pemerintah pada asing ini tampak dari kebijakan pemerintah yang mengandalkan pendapatan negara melalui sektor pajak, yang mencapai lebih dari 80 persen. Pendapatan yang nota benemengandalkan “santunan” rakyatnya sendiri. Sementara, kekayaan alam yang melimpah, tetap saja dibiarkan dalam cengkraman swasta, baik asing maupun domestik. Bahkan, 90% kekayaan migas telah dikuasai oleh asing. Dari sumber yang terakhir ini, negara hanya mendapatkan “tetesan air liur” saja.
Lagi-lagi, karena kemalasan berpikir dan ketundukan pada asing ini, dengan seenaknya pemerintah mencari tambahan pendapatan dari kenaikan harga BBM. Sekali lagi, rakyat yang harus menanggung beban seumur hidup. Sudah begitu, mereka masih dipalak dengan membayar pajak. Ironisnya, dengan tega pemerintah menipu rakyatnya dengan mengatakan, bahwa subsidi BBM hanya dinikmati orang kaya, atau jika subsidi dipertahankan, maka APBN akan jebol.
Jika saja mereka tidak malas berpikir dan tunduk pada asing, maka mereka bisa menemukan solusi. Karena solusi itu sudah dituangkan Hizbut Tahrir dalam kitab al-Amwal fi Daulati al-Khilafah, karya al-‘Allamah Syaikh ‘Abd al-Qadim Zallum. Solusi yang ditawarkan oleh Hizbut Tahrir kepada umat, dan akan diterapkan oleh negara Khilafah, yang tidak lama lagi akan berdiri dengan izin dan pertolongan Allah.
BBM merupakan harta milik umum. Karena harta milik umum dan pendapatannya menjadi milik seluruh kaum Muslim, dan merupakan barang yang dibutuhkan semua orang, maka setiap individu rakyat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari harta tersebut dan pendapatannya. Dalam hal ini, tidak ada bedanya apakah rakyat tersebut laki-laki, perempuan, anak-anak, dewasa, orang shalih, jahat atau kaya dan miskin. Semuanya mempunyai hak yang sama. Karena ini merupakan harta milik mereka, dan mereka butuhkan.
Hanya saja, harus dicatat, bahwa dalam pemanfaatan harta milik umum tidak semuanya sama. Karena ada yang bisa dimanfaatkan oleh manusia, baik langsung maupun dengan alat tertentu. Namun, ada pula yang tidak bisa dimanfaatkan secara langung.
Jenis pertama, seperti air, padang rumput, api, jalan umum, laut, sungai, danau dan terusan (kanal). Semuanya ini bisa dimanfaatkan secara langsung. Air, padang rumput maupun api bisa dimanfaatkan langsung oleh rakyat, baik untuk kebutuhannya sendiri, atau memanfatkan sumur, mata air dan sungai untuk diambil airnya dan dialirkan untuk hewan serta ternaknya. Para penggembala juga bisa menggembalakan hewan dan ternaknya di padang rumput. Pengumpul kayu juga bisa mengambil kayu di hutan.
Seseorang bisa saja memasang alat (hidran) pengatur air di sungai yang besar untuk menyirami tanaman dan pohon-ponon miliknya. Karena sungai yang besar itu terbuka bagi semua orang, sehingga pemasangan alat-alat di atasnya tidak akan membahayakan siapapun dari kaum Muslim. Tiap orang bisa memanfaatkan jalan umum, laut, sungai dan kanal.
Jenis kedua dari harta milik umum adalah barang yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung, membutuhkan upaya dan biaya untuk mengeluarkannya, seperti minyak, gas dan barang-barang tambang lainnya. Karena itu, negaralah yang mengambil alih tanggung jawab eksploitasinya, mewakili kaum Muslim. Hasilnya disimpan di Baitul Mal kaum Muslim. Khalifahlah yang memiliki wewenang dalam hal pendistribusian hasil dan pendapatannya sesuai dengan ijtihadnya, yang dijamin oleh hukum-hukum syara’. Tujuannya adalah untuk mewujudkan kemaslahatan kaum Muslim.

Distribusi dan pembagian hasil dari barang tambang dan pendapatan milik umum tersebut bisa dilakukan untuk:

Pertama, membiayai kebutuhan yang berhubungan dengan hak milik umum, seperti:
  1. Pos hak milik umum, bangunan, kantor, catatan, sistem pengawasan dan pegawainya.
  2. Para peneliti, penasihat, teknisi, pegawai, orang-orang yang mendedikasikan dirinya untuk melakukan penelitian dan penemuan, eksplorasi minyak bumi, gas, barang tambang dan dana untuk eksplorasinya, untuk produksi dan proses penyelesaiannya hingga membuatnya layak untuk digunakan, juga untuk orang-orang yang memberikan jasanya menemukan sumber dan penyalurannya, untuk pembangkit listrik dan jaringan kawatnya.
  3. Membeli berbagai peralatan dan membangun industri, pemboran dan penyulingan minyak bumi dan gas, pemisah dan pembersih bijih-bijih barang tambang, pemrosesan barang-barang tambang hingga layak digunakan. Juga digunakan untuk membeli alat dan industri yang biasa dipakai pada industri milik umum, dan proses pemanfaatannya.
  4. Untuk alat-alat yang bisa mengeluarkan air, memompa dan untuk pipa-pipa salurannya.
  5. Pembangkit listrik, gardu, tiang-tiang penyangga dan kawat-kawatnya.
  6. Untuk membeli kereta api dan trem listrik, dan sebagainya.

Seluruh pengeluaran ini berkaitan dengan hak milik umum, termasuk menejemen dan pemanfaatannya. Karena itu biayanya menggunakan pendapatan dari harta milik umum. Ini sama dengan upah untuk para pengelola zakat yang berasal dari harta zakat itu sendiri, sebagaimana firman Allah, “Dan untuk para amilnya.” (TQS. at-Taubah [9]: 60). Allah SWT telah menetapkan bagian mereka dari zakat sesuai dengan jasa mereka dalam melaksanakan tugasnya.
Kedua, dibagikan kepada individu rakyat, yang memang merupakan pemilik harta milik umum beserta pendapatannya. Khalifah tidak terikat oleh aturan tertentu dalam pendistribusian ini. Khalifah berhak membagikan harta milik umum seperti air, listrik, minyak bumi, gas dan segala sesuatu yang diperlukan kepada yang memerlukannya untuk digunakan secara khusus di rumah-rumah mereka dan pasar-pasar mereka, secara gratis.

Namun, bisa saja Khalifah menjual harta milik umum ini kepada rakyat dengan harga yang semurah-murahnya, atau mengikuti harga pasar. Khalifah juga bisa membagikan uang hasil keuntungan harta milik umum ini kepada mereka. Semua kebijakan tadi ditetapkan dan diambil dalam rangka mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh rakyat negara Khilafah.
Dari uraian di atas, maka BBM jelas merupakan harta milik umum, yang tidak bisa dimanfaatkan langsung oleh rakyat, karena harus dieksploitasi dan dieksplorasi hingga bisa dimanfaatkan. Semuanya ini membutuhkan investasi dan biaya yang besar. Karena itu, negaralah yang harus mengambilalih tanggung jawab tersebut. Negara juga tidak boleh memprivatisasi harta milik umum ini kepada siapapun, baik swasta asing maupun domestik.

Hasil dari pengelolaan BBM ini, selain untuk membiayai biaya produksi, termasuk infrastruktur yang dibutuhkan, juga bisa didistribusikan langsung kepada rakyat secara gratis. Ini opsi yang pertama. Opsi kedua, negara Khilafah bisa saja juga menjual BBM ini kepada rakyat dengan harga semurah-murahnya, atau mengikuti harga pasar. Opsi ketiga, negara Khilafah bisa juga membagikan hasil keuntungan harta milik umum ini kepada mereka, tidak dalam bentuk materinya, tetapi dalam bentuk uang.
Semua kebijakan tadi ditetapkan dan diambil dalam rangka mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh rakyat negara Khilafah. Inilah kebijakan yang akan diterapkan oleh Negara Khilafah. Mengenai kalkulasi besaran angkanya, bisa ditelaah lebih jauh dalam buku yang penulis edit, Membangun Indonesia tanpa Pajak dan Utang. Wallahu a’lam.

5 Negara yang meraup untung dari kekayaan alam #Indonesia


Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah. Namun, pemerintah sendiri mengakui salah urus dalam mengelola potensi tersebut.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswo Utomo mengakui kesuksesan ekspor kekayaan alam Indonesia belum menyejahterakan rakyat. Penyebabnya adalah ketidakpaduan dalam diri pemerintah, khususnya pusat dan daerah. Masing-masing mengeluarkan aturan sendiri dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA).
“Kita semua punya, yang belum punya adalah rasa kebersamaan. Kita harus sama, kita harus satu,” ujar Susilo dalam diskusi Kadin di Jakarta, Senin (24/6).
Ambil contoh dalam kasus batu bara, salah satu komoditas primadona tambang kita.
Negara ini sejatinya tidak punya banyak batu bara. British Petroleum Statistical Review melansir, cadangan batu bara Indonesia hanya 4,3 miliar ton, 0,5 persen cadangan dunia. Namun, dari 340 juta ton produksi setiap tahun, 240 juta ton diekspor.
Padahal Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah berkali-kali berteriak pembangkitnya butuh pasokan batu bara. Kabarnya banyak pemerintah daerah yang kaya batu bara begitu royal memberi konsesi tambang untuk perusahaan asing, yang jelas berorientasi ekspor. Berlawanan dari pemerintah pusat yang berusaha mengatur pasokan bahan bakar non-fosil agar lebih merata.
Itu baru satu kasus, belum lagi menengok persoalan minyak dan gas (migas). Sistem production sharing contract (PSC) memang membuat sebuah blok minyak tetap menjadi milik pemerintah, meski perusahaan asing yang mengelolanya. Namun, karena pemerintah tak serius mengembangkan Pertamina, akhirnya BUMN itu seperti jadi anak tiri di negeri sendiri.
Saat ini Pertamina sebagai perusahaan migas nasional hanya menyumbang 24 persen dari produksi minyak domestik. Alhasil, target lifting pemerintah 826.000 barel per hari dipenuhi dari kinerja operator asing seperti Chevron atau British Petroleum.
Dengan pengelolaan SDA yang melulu berorientasi ekspor dan cenderung melupakan kebutuhan dalam negeri, untung perusahaan berada di urutan pertama, baru disusul kesejahteraan rakyat. Itupun melalui jatah yang diperoleh pemerintah pusat dan daerah terlebih dulu, untuk kemudian disalurkan ke masyarakat.
Padahal, setiap kali isu pemerataan hasil kekayaan alam muncul, warga selalu ingat pasal 33 Undang-Undang Dasar Indonesia. Beleid itu mengamanatkan sumber daya alam harus dioptimalkan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.
Lebih parah lagi, karena menyerahkan SDA pada perusahaan asing, pemerintah saat ini tidak terlihat ingin mengembangkan industri hulu di dalam negeri. Padahal pasokan bahan baku dari kekayaan alam, penting untuk penguatan industri hulu seperti semen dan kertas.
Ketua Tim Kerja RUU Perindustrian Kadin, Rauf Purnama menilai visi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak jelas soal pengelolaan kekayaan alam hingga pengembangan industri hulu. Berbeda dari era Presiden Soekarno.
“Misalnya sepatu, baju, karpet, itu industri hulu bahannya dikuasai asing, harusnya itu pemerintah lebih mengembangkan ke situ. Bung Karno dulu banyak bikin pabrik kertas, semen, itu industri hulu. Nanti kalau (industri) sudah mampu diserahkan ke swasta,” kata Rauf.
Di tengah carut marut tersebut, investor asing menangguk untung besar. Ekspor terus berjalan dan pengerukan SDA Indonesia tetap berlangsung.
Meski demikian mereka tidak bisa disalahkan, karena ekspansi bisnis tersebut berjalan sesuai koridor. Bahkan pemerintah sendiri yang memberi karpet merah bagi perusahaan migas dan tambang luar negeri untuk menggarap kekayaan alam di Tanah Air.
Dari pelbagai sumber, merdeka.com memetakan negara mana saja yang pihak swasta dan BUMN-nya memiliki banyak konsesi tambang dan migas di Tanah Air. Otomatis keuntungan besar dari kekayaan alam Indonesia juga dinikmati oleh perusahaan asing tersebut. Berikut ini daftarnya:
1. Amerika Serikat
Di bidang tambang dan pengelolaan blok migas, Amerika Serikat merupakan salah satu pemain utama di Indonesia.
Tentu masyarakat sangat familiar dengan Freeport McMoran, perusahaan tambang yang mengelola lahan di Tembagapura, Mimika, Papua. Produksi tambang itu per hari mencapai 220.000 ton biji mentah emas dan perak.
Selain Freeport, masih ada Newmont, perusahaan asal Colorado, Amerika, yang mengelola beberapa tambang emas dan tembaga di kawasan NTT dan NTB. Tahun lalu, setoran perusahaan ke pemerintah mencapai Rp 689 miliar, sudah mencakup semua pajak, dari keuntungan total mereka. Jika dari NTT saja, pada 2012 pendapatan Newmont mencapai USD 4,17 juta.
Belum lagi sederet operator migas yang rata-rata kelas kakap sebagai mitra pemerintah menggelola blok migas. Chevron, memiliki jatah menggarap tiga blok, dan memproduksi 35 persen migas Indonesia.
Disusul ConocoPhilips yang mengelola enam blok migas. Perusahaan yang telah 40 tahun beroperasi di Indonesia ini merupakan produsen migas terbesar ketiga di Tanah Air. Lalu, tentu saja ExxonMobil yang bersama Pertamina menemukan sumber minyak 1,4 miliar barel dan gas 8,14 miliar kaki kubik di Cepu, Jawa Tengah.
2. China
Negeri Tirai Bambu sangat aktif mencari sumber energi non-migas dari negara lain, termasuk Indonesia. Salah satu investasi besar mereka di Tanah Air adalah bidang batu bara. Selain itu, SDA seperti nikel dan bauksit juga diincar perusahaan-perusahaan China.
Perusahaan tambang skala menengah dan besar China bergerak di seluruh wilayah. Mulai dari Pacitan, Jawa Timur, sampai Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara. Salah satu perusahaan besar adalah PT Heng Fung Mining Indonesia yang berinvestasi di bidang nikel, di Halmahera, Maluku, dengan target produksi bisa mencapai 200 juta ton.
Petro China, perusahaan migas pelat merah China juga mengelola beberapa blok. Salah satu yang baru ini tersorot adalah 14 blok di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, yang disegel pemerintah setempat karena persoalan CSR.
3. Inggris
British Petroleum (BP) adalah operator lama sektor migas di Indonesia. Mengelola blok gas Tangguh di Papua, lewat anak perusahaan BP Berau, investasi terbaru perusahaan asal Inggris itu di blok tersebut mencapai USD 12,1 miliar.
BP mengelola Blok Tangguh Train III, dengan 60 persen jatah mereka dapat diekspor ke Asia Pasifik, sementara 40 persen disalurkan ke Indonesia.
Pasokan gas yang dibutuhkan PLN juga akan disalurkan oleh BP. Kerja sama strategis tersebut tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) pasokan gas alam cair untuk pembangkit milik PLN sebesar 230 mmscfd.
Perusahaan dan investor lain asal Inggris saat ini sedang mengincar sektor sumber daya alam strategis lainnya. Khususnya di bidang industri ramah lingkungan.
4. Prancis
Perusahaan migas asal Negeri Anggur, Total, sudah bermitra cukup lama dengan pemerintah Indonesia.
Total E&P Indonesie mengelola blok migas Mahakam, Kalimantan Timur. Total bekerjasama dengan Inpex Corp dalam mengelola blok Mahakam. Total mengendalikan 50 persen saham di blok tersebut dan Inpex sisanya.
Pada 2008, Total mengajukan proposal untuk memperpanjang kontrak karena ingin melakukan investasi lebih lanjut. Total memproyeksikan Blok Mahakam pada 2013 memberikan pendapatan US$ 8,92 miliar.
Selain Total, perusahaan Prancis lain, Eramet, berinvestasi di kawasan timur Indonesia. Eramet beroperasi di Indonesia melalui kepemilikan saham pada PT Weda Bay Nickel di bawah konsorsium Strand Mineralindo.
Investasi proyek pengolahan dan pemurnian (smelter) bahan tambang di Halmahera Utara, Maluku tersebut mencapai US$ 5 miliar (Rp 50 triliun) dengan kapasitas 3 juta ton per tahun.
5. Kanada
Canadian International Development Agency (CIDA) mengembangkan 12 proyek di Sulawesi saja, semuanya berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam.
Sheritt International dan Vale juga membuka tambang di Indonesia. Khusus Vale, investasi di Sulawesi Tengah mencapai USD 2 miliar.
Melalui Nico Resources yang menjadi perpanjangan tangan perusahaan migas Calgary asal Kanada, kini ada 20 blok yang dikelola, pengelola blok terluas di Indonesia. (merdeka.com 25/06/2013)

Kamis, 27 Juni 2013
















        












PRODUKSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Pengirim          : ALI HUKMAN NASUTION
Jurusan            : Ekonomi Syari’ah
            EKONOMI Islam menempatkan self- interest  dan social interest  sebagai tujuan, serta keadilan ekonomi, jaminan social, dan pemanfaatan sumber-sumber daya ekonomi sebagai fundamental system ekonomi. Dalam islam, kerja produktif bukan saja dianjurkan, tetapi dijadikan sebagai kewajiban religious.
kata Produksi telah menjadi kata di Indonesia, setelah diserap didalam pemikiran ekonomi bersamaan dengan kata “Distribusi” dan “Konsumsi”. Kata “production” secara linguistik mengandung arti penghasilan.  
            Produksi menurut As-sadr, adalah usaha mengembangkan sumber daya alam agar bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam system ekonomi islam, kata “produksi” merupakan salah satu kata yang terpenting. Dari konsep dan gagasan produksi ditekankan bahwa tujuan utama yang ingin dicapai kegiatan ekonomi yang diteriosasikan system ekonomi islam adalah untuk kemaslahatan individu (self interest) dan kemaslahatan masyarakat (social interest.)  Untuk menjamin terwujudnya kemaslahatan individu dan masyarakat, system ekonomi islam menyediakan landasan teoritis, sebagai berikut.
1.   Keadilan ekonomi
2.   Jaminan social
3.   Pemanfaatan sumber-sumber  daya ekonomi produktief secara efesien.
Beberapa ahli ekonomi islam mengungkapkan tujuan-tujuan ekonomi produksi menurut islam. Menurut M.N. siddqi dalam perusahaan ekonomi dalam islam menegaskan beberapa tujuan badan usaha dalam islam, yaitu:
1.      Pemenuhan kebutuhan –kebutuhan individu secara wajar.
2.      Pemenuhan kebutuhan- kebutuhan keluarga
3.      Bekal untuk generasi mendatang
4.      Bekal untuk anak cucu
5.      Bantuan kepada masyarakat, dalam rangka beribadah kepada allah.
            Faktor produksi belum tercapainya satu kesepakatan pandangan di antara penulis mengenai faktor-faktor produksi, karena menurut Abdul Hasan Muhammad Sadeq, baik al-qur’an maupunhadist belum menjelaskan masalah ini secara eksplisit.
            Perbedaan pandangan semakin tajam ketika mereka memperbincangkan modal sebagai factor produksi, karena apabila modal mencakup sejumlah alat dan uang maka yang pertama akan menghasilkan sewa, dan yang disebutkan terakhir akan menghasilkan bagi hasil dan resiko bagi pemilik.
            Faktor-faktor produksi itu terbagi atas enam (6) macam yaitu:
1.      Tanah dan segala potensi ekonomi, di anjurkan Al-qur’an untuk diolah, dan tidak bisa dipisahkan dari factor produksi.
2.      Tenaga kerja terkait langsung dengan tuntunan hak milik melalui poduksi.
3.      Modal, juga terlibat langsung dengan proses produksi karena pengertian modal mencakup modal produktif yang menghasilkan barang-barang yang dikonsumsi, dan modal individu yang dapat menghasilkan kepada pemiliknya.
4.      Manajeman karena ada tuntunan leadershif  dalam islam.
5.      Teknologi
6.      Material atau baha baku.
            Kondisi- kondisi  yang mempengaruhi produksi paling tidak ada dua yang menonjol, pertama kelangkaan sumber daya, yang kedua, meningkatnya kemiskinan manusia diberbagai belahan bumi.
            Kelangkaan sumber daya dalam kaitannya dengan perilaku konsuntif masyarakat kapitalistik dinegara-negara maju, bahwa bagi sebagian besar dari 5,5 milyar umat manusia di dunia ini,kelangkaan atau keterbatasan adalah betul-betul nyata dan ada. Sumber –sumber daya yang tersedia sekarang ini sangatlah tidak cukup untuk memperoleh hanya sebagian kecil haya barang dan jasa yang dibutuhkan.
            Masalah ekonomi bukan dari pada masalah kelangkaan sumber daya, tetapi pada manusia itu sendiri. Kezaliaman manusia dalam pendistribusian sumber-sumber daya ekonomi, dan kekufuran terhadap nikmat tuhan karena tidak memanfaatkan sumber-sumber daya secara efesien dan adil, serta ketidakmampuan dalam mengatasi kesenjangan distribusi kekayayan dan pendapatan.
            Penjabaran konsep ihsan bagi membantu meringankan penderitaan orang-orang miskin, di kemukakan Mustaq Ahmad sebagai berikut:
1.      Memberikan qaradh hasan pada orang-orang yang miskin.
2.      Menghapuskan hutang dari para pemhutang, jika dia benar-benar tidak membayar hutang.
3.      Bersikap lunak kepada para penghutang.
4.      Membantu penghutang untuk membayar
5.      Mendermagakan kekayaan lewat lembaga-lembaga social.
            Melihat factor-faktor kemiskinan yang dikemukakan pemikir-pemikir muslim, kezaliman merupakan factor yang sangat potensial terhadap proses pemiskinan, baik miskin absolute maupun miskin relative. Tidak ada perbincangan pemikir muslim tentang populasi dan akibatnya terhadap kemiskinan.
            Kebanyakan studi emprik selama ini yang dilakukan ahli-ahli ekonomi konvensional memfokuskan factor produksi karena pertambahan populasi. Bahwa pertumbuhan populasi yang pesat akan mengantar kepada bencana- bencana kelaparan, habisnya sumber daya, kekurangan dalam tabungan, kerusakan lingkungan yang tak mungkin dipulihkan, dan kehancuran ekologis. Dari sudut pandang ekonomi, memang sangat mencemaskan melihat kenyataan bahwa rata-rata pertumbuhan penduduk telah mencapai 2,1 jiwa perdetik, atau sekitar 60 juta jiwa orang pertahun, berdampak ekonomi yang tersedia.
            Prokontra tidak dapat dihindari, ada yang optimis, dan ada pula yang moderat, semuanya merupakan laporan-laporan hasil penelitian sejak 1960-an sampai 1999. Namun yang menarik pandangan yang mencengangkan yamg bersifat pesimistis telah digantikan oleh kajian- kajian yang moderat yang menunjukkan bahwa dambak negatife pertumbuhan populasi yang pesat di anggap sebagai hal yang kecil.  
PRODUKSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Pengirim          : ALI HUKMAN NASUTION
Jurusan            : Ekonomi Syari’ah
            EKONOMI Islam menempatkan self- interest  dan social interest  sebagai tujuan, serta keadilan ekonomi, jaminan social, dan pemanfaatan sumber-sumber daya ekonomi sebagai fundamental system ekonomi. Dalam islam, kerja produktif bukan saja dianjurkan, tetapi dijadikan sebagai kewajiban religious.
kata Produksi telah menjadi kata di Indonesia, setelah diserap didalam pemikiran ekonomi bersamaan dengan kata “Distribusi” dan “Konsumsi”. Kata “production” secara linguistik mengandung arti penghasilan.  
            Produksi menurut As-sadr, adalah usaha mengembangkan sumber daya alam agar bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam system ekonomi islam, kata “produksi” merupakan salah satu kata yang terpenting. Dari konsep dan gagasan produksi ditekankan bahwa tujuan utama yang ingin dicapai kegiatan ekonomi yang diteriosasikan system ekonomi islam adalah untuk kemaslahatan individu (self interest) dan kemaslahatan masyarakat (social interest.)  Untuk menjamin terwujudnya kemaslahatan individu dan masyarakat, system ekonomi islam menyediakan landasan teoritis, sebagai berikut.
4.   Keadilan ekonomi
5.   Jaminan social
6.   Pemanfaatan sumber-sumber  daya ekonomi produktief secara efesien.
Beberapa ahli ekonomi islam mengungkapkan tujuan-tujuan ekonomi produksi menurut islam. Menurut M.N. siddqi dalam perusahaan ekonomi dalam islam menegaskan beberapa tujuan badan usaha dalam islam, yaitu:
6.      Pemenuhan kebutuhan –kebutuhan individu secara wajar.
7.      Pemenuhan kebutuhan- kebutuhan keluarga
8.      Bekal untuk generasi mendatang
9.      Bekal untuk anak cucu
10.  Bantuan kepada masyarakat, dalam rangka beribadah kepada allah.
            Faktor produksi belum tercapainya satu kesepakatan pandangan di antara penulis mengenai faktor-faktor produksi, karena menurut Abdul Hasan Muhammad Sadeq, baik al-qur’an maupunhadist belum menjelaskan masalah ini secara eksplisit.
            Perbedaan pandangan semakin tajam ketika mereka memperbincangkan modal sebagai factor produksi, karena apabila modal mencakup sejumlah alat dan uang maka yang pertama akan menghasilkan sewa, dan yang disebutkan terakhir akan menghasilkan bagi hasil dan resiko bagi pemilik.
            Faktor-faktor produksi itu terbagi atas enam (6) macam yaitu:
7.      Tanah dan segala potensi ekonomi, di anjurkan Al-qur’an untuk diolah, dan tidak bisa dipisahkan dari factor produksi.
8.      Tenaga kerja terkait langsung dengan tuntunan hak milik melalui poduksi.
9.      Modal, juga terlibat langsung dengan proses produksi karena pengertian modal mencakup modal produktif yang menghasilkan barang-barang yang dikonsumsi, dan modal individu yang dapat menghasilkan kepada pemiliknya.
10.  Manajeman karena ada tuntunan leadershif  dalam islam.
11.  Teknologi
12.  Material atau baha baku.
            Kondisi- kondisi  yang mempengaruhi produksi paling tidak ada dua yang menonjol, pertama kelangkaan sumber daya, yang kedua, meningkatnya kemiskinan manusia diberbagai belahan bumi.
            Kelangkaan sumber daya dalam kaitannya dengan perilaku konsuntif masyarakat kapitalistik dinegara-negara maju, bahwa bagi sebagian besar dari 5,5 milyar umat manusia di dunia ini,kelangkaan atau keterbatasan adalah betul-betul nyata dan ada. Sumber –sumber daya yang tersedia sekarang ini sangatlah tidak cukup untuk memperoleh hanya sebagian kecil haya barang dan jasa yang dibutuhkan.
            Masalah ekonomi bukan dari pada masalah kelangkaan sumber daya, tetapi pada manusia itu sendiri. Kezaliaman manusia dalam pendistribusian sumber-sumber daya ekonomi, dan kekufuran terhadap nikmat tuhan karena tidak memanfaatkan sumber-sumber daya secara efesien dan adil, serta ketidakmampuan dalam mengatasi kesenjangan distribusi kekayayan dan pendapatan.
            Penjabaran konsep ihsan bagi membantu meringankan penderitaan orang-orang miskin, di kemukakan Mustaq Ahmad sebagai berikut:
6.      Memberikan qaradh hasan pada orang-orang yang miskin.
7.      Menghapuskan hutang dari para pemhutang, jika dia benar-benar tidak membayar hutang.
8.      Bersikap lunak kepada para penghutang.
9.      Membantu penghutang untuk membayar
10.  Mendermagakan kekayaan lewat lembaga-lembaga social.
            Melihat factor-faktor kemiskinan yang dikemukakan pemikir-pemikir muslim, kezaliman merupakan factor yang sangat potensial terhadap proses pemiskinan, baik miskin absolute maupun miskin relative. Tidak ada perbincangan pemikir muslim tentang populasi dan akibatnya terhadap kemiskinan.
            Kebanyakan studi emprik selama ini yang dilakukan ahli-ahli ekonomi konvensional memfokuskan factor produksi karena pertambahan populasi. Bahwa pertumbuhan populasi yang pesat akan mengantar kepada bencana- bencana kelaparan, habisnya sumber daya, kekurangan dalam tabungan, kerusakan lingkungan yang tak mungkin dipulihkan, dan kehancuran ekologis. Dari sudut pandang ekonomi, memang sangat mencemaskan melihat kenyataan bahwa rata-rata pertumbuhan penduduk telah mencapai 2,1 jiwa perdetik, atau sekitar 60 juta jiwa orang pertahun, berdampak ekonomi yang tersedia.
            Prokontra tidak dapat dihindari, ada yang optimis, dan ada pula yang moderat, semuanya merupakan laporan-laporan hasil penelitian sejak 1960-an sampai 1999. Namun yang menarik pandangan yang mencengangkan yamg bersifat pesimistis telah digantikan oleh kajian- kajian yang moderat yang menunjukkan bahwa dambak negatife pertumbuhan populasi yang pesat di anggap sebagai hal yang kecil.