PERKEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
Fenomena gerakan ekonomi Islam
masih berkutat pada masalah kebijakan moneter dengan prisnsip-prinsip syari’ah
seperti di atas. Melalui berbagai model-model prosuk yang sesuai dengan
aplikasi teknik bank konvensional, prinsip-prinsip syari’ah diterapkan dan
dikembangkan dengan metodologi islamisasi. Dengan latar belakang kondisi
ekonomi yang morat marit serta dukungan berbagai pihak khususnya pemerintah
telah memberi ruang gerak yang cepat pada gerakan ekonomi Islam di sektor ini.
Perkembangan Bank Syari’ah
berdasarkan undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas
undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan pasal I ayat 3 menetapkan
bahwa salah satu bentuk usaha bank adalah menyediakan pembiayaan dan atau
melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syari’ah, sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh ank Indonesia. Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia antara lain :
1. Kegiatan Usaha dan Produk-produk Bank berdasarkan Prinsip Syari’ah
2. Pembentukan dan Tugas pokok Dewan Pengawas Syari’ah
3. Persyaratan bagi pembukaan Kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syari’ah
Bank
Syari’ah terdiri dari atas Bank Umum Syari’ah dan Bank Perkreditan Syari’ah
(BPRS). Pengelolaan Bank Umum Syari’ah adalah jenis perbankan yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito, tabungan dan
atau bentuk lainnya yang dapat disesuaikan dengan itu. Memberi kredit dan
memberikan surat pengakuan hutang, dikelola awal dengan prinsip-prinsip
syari’ah, baik pada awal berdirinya maupun didirikan karena konversi atau
melakukan dual sistem (Konvensional & Syari’ah) diversifikasi produk
berdasarkan prinsip syari’ah atau konversi bank syari’ah. Mu’amalat Indonesia
sebagai bank pertama berprinsip syari’ah lahir pada tahun 1992. Memasuki 2002
bank umum yang melakukan kegiatan operasional bank syari’ah adalah Bank IFI,
Bank BNI, Bank Mandiri dan Bank jabar. Perkembangan bank umum syari’ah tersebut
dapat dilihat dalam tabel :
Tabel 1
Jumlah
Kantor Bank Umum Syari’ah
(posisi
per Januari 2001)
Bank
|
KP
|
KC
|
KC
|
KK
|
Bank Muamalat Indonesia (BMI)
|
1
|
12
|
3
|
27
|
Bank Syari’ah Mandiri
|
1
|
15
|
-
|
-
|
Bank IFI
|
1
|
1
|
-
|
-
|
Bank BNI Syari’ah
|
1
|
5
|
-
|
-
|
Bank Jabar
|
1
|
1
|
-
|
-
|
Jumlah
|
5
|
24
|
3
|
27
|
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah
(BPRS) berdasarkan undang-undang No. 10 Tahun 1998 adalah bank yang
melaksanakan kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Perkreditan Rayat Syari’ah
adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Memberikan pembiayaan (kredit) dan penempatan dana sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia. Menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, dan/atau tabungan pada bank lain. Perkembangan Bank
Prekreditan Syari’ah dapat dilihat pada tabel 2 :
Tabel 2
Perkembangan
Bank Perkreditan Syariah
Di
Indonesia Sampai tahun 2001
No
|
Propinsi
|
Jumlah BPRS
|
1
|
Aceh
|
5
|
2
|
Sumatera Utara
|
5
|
3
|
Sumatera Barat
|
2
|
4
|
Sumatera Selatan
|
1
|
5
|
Lampung
|
2
|
6
|
Jawa Barat
|
16
|
7
|
DKI Jakarta
|
19
|
8
|
Jawa Tengah
|
2
|
9
|
Daerah Istimewa Yogyakarta
|
2
|
10
|
Jawa Timur
|
5
|
11
|
Bali
|
1
|
12
|
Kalimantan Timur
|
1
|
13
|
Sulawesi Selatan
|
6
|
14
|
Nusa Tenggara Barat
|
2
|
15
|
Irian Jaya
|
1
|
16
|
Lainnya
|
9
|
|
Jumlah
|
79
|
Di seluruh Indonesia terdapat
162 bank umum dan 2.262 BPR, dengan jumlah total volume usaha hingga akhir
Maret 2000 sebesar Rp. 921,9 triliun. Dari volume usaha perbankan nasional
tersebut, volume usaha yang dicapai BMI, BSM, Bank IF cabang syari’ah serta Bank
BNI cabang syari’ah, hanya sebesar Rp. 1.2 triliun atau hanya 0,1% dari total
aset bank konvensional. Dari data di atas dapat diketahui, volume usaha
perbankan syari’ah masih relatif kecil dalam statistik perbankan nasional.
Walaupun demikian, masih menurut Subarjo, perbankan syari’ah telah menunjukkan
pada periode sebelum diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998.
Peranan perbankan syari’ah dalam
mobilisasi dana penyaluran pembiayaan walaupun masih kecil, namun mengalami
peningkatan yaitu masing-masing dari 0,05% dan 0,08% pada tahun 1998 menjadi
0,07% dan 0,17% pada tahun 1999. Peningkatan peran perbankan syari’ah dalam
penyaluran pembiyaan yang sedemikian rupa, disebabkan terutama adanya
peningkatan volume penyaluran pembiyaan dari Rp. 455 miliar pada tahun 1998
menjadi Rp. 472 miliar pada tahun 1999 dan pada saat yang bersamaan penyaluran
kredit oleh perbankan konvensional menurun dari Rp. 545 triliun menjadi Rp. 227
triliun.
Dengan diberlakukannya UU No.
10/1998 yang menetapkan sistem perbankan di Indonesia sebagai dual banking
system dimana bank-bank konvensional beroperasi berdapingan dengan
bank-bank syari’ah, maka landasan hukum bank syari’ah telah cukup jelas dan
kuat baik dari segi kelembagaannya maupun landasan operasionalnya. Yang
terakhir, dengan diberlakukannya UU No. 23/1999, Bank Indonesia dapat melakukan
kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah, sehingga bank sentral
tersebut dapat pula mempengaruhi likuiditas perekonomian melalui bank-bank
syari’ah. Dengan kata lain, keberadaan perbankan syari’ah telah diakui secara
utuh dalam sistem perbankan nasional.
Pada tahun 2001 total aset Bank
Syari’ah meningkat dari Rp. 1.000 miliar menjadi Rp. 2,4 triliun. Sementara
pembiayaan (kredit) dari Rp. 100 miliar menjadi Rp. 1,8 triliun. Nonperforming
Financing (NPFS) dari 1% menjadi 9,6%. Dana fihak ketiga meningkat dari Rp. 1,4
triliun menjadi Rp. 1,5 triliun. Laba dari Rp. 7 milar menjadi Rp. 24 miliar.
PERKEMBANGAN BMT
Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
merupakan bentuk lembaga keuangan dan bisnis yang serupa dengan koperasi atau
lembaga swadaya masyarakat (LSM). Baitul tamwil merupakan cikal bakal lahirnya
bank syari’ah pada tahun 1992. Segmen masyarakat yang biasanya dilayani BMT
adalah masyarakt kecil yang kesulitan berhubungan dengan bank. Perkembangan BMT
semakin marak setelah mendapat dukungan dari Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha
Kecil (YINBUK) yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ikatan
cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Hasil riset akhyar dkk mencatat jumlah BMT
di Indenesia sampai tahun 1999 lalu sebanyak 2808. Uraiannya seperti berikut
ini.
Tabel 3
Perkembangan
Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
Di
indonesia Sampai Tahun 1999
No
|
Propinsi
|
Jumlah BMT
|
1
|
Aceh
|
50
|
2
|
Sumatera Utara
|
156
|
3
|
Sumatera Barat
|
61
|
4
|
Sumatera Selatan
|
60
|
5
|
Riau
|
33
|
6
|
Jambi
|
12
|
7
|
Bengkulu
|
14
|
8
|
Lampung
|
40
|
9
|
Jawa Barat
|
697
|
10
|
DKI Jakarta
|
162
|
11
|
Jawa Tengah
|
513
|
12
|
Daerah Istimewa Yogyakarta
|
65
|
13
|
Jawa Timur
|
600
|
14
|
Bali
|
15
|
15
|
Kalimantan Barat
|
15
|
16
|
Kalimantan Selatan
|
15
|
17
|
Kalimantan Tengah
|
10
|
18
|
Kalimantan Timur
|
24
|
19
|
Sulawesi Selatan
|
121
|
20
|
Sulawesi Utara
|
62
|
21
|
Sulawesi Tenggara
|
25
|
22
|
Sulawesi Tengah
|
11
|
23
|
Nusa Tenggara Barat
|
93
|
24
|
Nusa Tenggara Timur
|
8
|
25
|
Irian Jaya
|
16
|
26
|
Maluku
|
20
|
|
Jumlah
|
2808
|
Sementara itu data Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) yang didirikan pada tahun 1995,
menyampaikan bahwa sampai April tahun 2001 jumlah BMT dibawah kordinasinya
adalah 2939 BMT yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut 2402
unit BMT secara aktif menyampaikan laporan mereka ke PINBUK. BM-BMT yang aktif
ini diketahui kinerjanya seperti berikut ini.
Tabel 4
Kinerja
Keseluruhan BMT Nasional
Dibawah
Koordinasi Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK)
Sampai
Tahun 2001
No
|
Kegiatan
|
Posisi Kinerja
|
1
|
Modal
|
Rp. 503.815.879.064
|
2
|
Dana
|
Rp. 501.639.061.849
|
3
|
Pembiyaan
|
Rp. 500.522.926.041
|
4
|
Aset
|
Rp. 521.070.607.254
|
5
|
Nasabah
|
810.187.506 orang
|
6
|
Nasabah Pembiyaan
|
520.770.486 orang
|
Sebagaimana dikatakan Amin Aziz bahwa
prestasi BMT jika dibandingkan dengan jumlah pengusaha kecil di seluruh di
Indonesia maka berdasarkan data tersebut di atas, bila diasumsikan tiap BMT
melayani 200 orang maka masih dibutuhkan sebanyak 184.586 BMT.
PERKEMBANGAN
ASURANSI TAKAFFUL
Asuransi Takafful merupakan
proyek lain gerakan ekonomi Islam yang sangat menonjol perkembangannya.
“Takafful” diambil dari kata Arab yang berarti “Jaminan kerjasama”. Takafful
bisa diartikan sebagai suatu pernjanjian diantara sekelompok anggota atau
partisipan yang sepakat bersama-sama menjamin diantara mereka terhadap
kehilangan atau kerusakan yang mungkin menimpa mereka, seperti dijelaskan dalam
perjanjian. Tujuan dasar takafful adalah membayar atas kerugian tertentu dari
simpanan dana yang telah ditetapkan. Setiap anggota dalam kelompok menyatukan
upaya untuk membantu yang membutuhkan.
Kinerja Asuransi Takafful antara
1997 dan tahun 1998 menduduki peringkat pertama dengan perubahan data-data
keuangan seperti berikut ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar