Pages

Kamis, 13 Juni 2013

cara pengelolaan zakat by:adanan yahya tambak

CARA PENGELOLAAN ZAKAT
Oleh: Adanan  Yahya Tambak

A. UU Zakat no.23 thn 2011
1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
3. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
4. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.

Sampai sekarang persoalan zakat belum selesai walaupun telah disahkan undang-undang baru yaitu UU nomor 23 tahun 2011. Dianggap belum selesai karena, meskipun telah lahir undang-undang baru, tetap saja kesadaran membayar zakat di kalangan kaum aghniya’ yang seharusnya menjadi muzakki masih belum berimbang dengan mustahiq-nya.

Setelah disahkannya undang-undang no. 23 tahun 2011 ternyata belum dapat menjawab ekspektasi publik tentang meningkatnya kesejahteraan kaum fuqara’ dan masakin. Padahal, pada saat pengesahan sebagian anggota DPR menyatakan optimisme-nya akan meningkatnya kesejahteraan rakyat miskin. Undang-undang ini meskipun sebagai pengganti uu nomer 38 tahun 1999, sifatnya masih sama yaitu undang-undang tentang pengelolaan zakat. Artinya, undang-undang ini mengatur “sebatas” pengelolaan zakat dan konsekuensinya dan belum mengatur pada ranah pembangkangan terhadap zakat. Karena “hanya” mengatur pengelolaan zakat maka bila ada orang yang enggan membayar zakat maka tidak ada sanksi apapun.

Apabila zakat dibiarkan menggelinding dengan konsep ma-syi’tum (semaumu), artinya zakat tidak ada yang mengurusi secara sungguh-sungguh dan sebenarnya, sementara orang-orang kaya dibiarkan apakah mau berzakat atau tidak, maka selamanya zakat tidak akan pernah mampu menjawab problematika yang dihadapi kaum papa. Zakat akan menjadi sebuah slogan kosong yang tidak ada artinya.

Berbicara mengenai peran dan tanggung jawab pemerintah tentang pelaksanaan zakat ada baiknya kita menengok kepada sejarah pelaksaan zakat di masa Rasul. Ketika Rasul mengutus Mu’adz bin Jabal menjadi Qadli di Yaman, Rasul memberikan wejangan kepadanya supaya menyampaikan kepada ahli kitab beberapa hal termasuk supaya menyampaikan kewajiban zakat dengan ucapan :
 “sampaikan bahwa Allah telah mewajibkan zakat kepada harta benda meraka, yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin di antara mereka….” (HR. Bukhari)

Kemudian juga hadits yang meriwayatkan bagaimana tindakan Abu Bakar dalam persoalan zakat sebagaimana hadits berikut :
 “…..Demi Allah, sungguh aku akan memerangi orang yang memisahkan shalat dan zakat. Zakat itu kewajiban (pemilik) harta….”(HR. Tirmidzi dan Nasa’i)

Berdasarkan dua hadits tersebut di atas dapat diambil pengertian,
· Pertama bahwa pemerintah mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pensuksesan program zakat. Baik Rasulullah (ketika mengutus Mu’adz menjadi qadhi di Yaman) maupun Abu Bakar saat menggantikan Rasulullah menjadi khalifah, sama-sama memiliki komitmen yang tinggi terhadap persoalan zakat. Bahkan Abu Bakar bersumpah akan memerangi orang-orang yang mengingkari zakat.
· Kedua, pemerintah dengan kewenangannya dapat menjadi kekuatan penekan. Pemerintah juga dapat memaksakan kehendak terhadap pensuksesan program zakat kepada siapa saja. Hal ini dicontohkan Abu Bakar yang akan memerangi para pengingkar zakat sebagaimana tersebut diatas. Dengan melakukan fungsi ini, maka pemerintah telah ikut tanggung jawab penuh atas zakat.

Indonesia merupakan negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Sehingga sangatlah wajar apabila zakat disosialisasikan dan dikembangkan dengan baik di kalangan umat Islam. Dalam proses ini pemerintah dapat memerankan diri sebagaimana yang diperankan Mu’adz dan Abu Bakar. Barangkali yang sedikit membedakan adalah perangkat hukum yang diperlukan dalam pelaksanaan zakat. Pada zaman Rasul dan Abu Bakar perangkat hukumnya adalah Al-Qur’an. Sedangkan pada zaman sekarang diperlukan perangkat hukum lain yang dapat dijadikan pijakan bertindak. Perangkat hukum lain itu adalah undang-undang tentang zakat yang berisi tidak saja berupa kewajiban pelaksanaannya, tetapi juga konsekuensi hukumnya apabila meninggalkannya.

Ada tiga alternatif yang bisa diperankan oleh pemerintah dalam kaitannya dengan zakat ini yaitu :
1. Pertama, pemerintah dapat memerankan diri secara penuh antara sebagai penanggung jawab, pelaksana atau pengelola, dan sekaligus menjadi kekuatan penekan.
2. Kedua, pemerintah hanya menjadi kekuatan penekan sedangkan yang lainnya diserahkan kepada lembaga swasta.. Atau,
3. ketiga, antara pemerintah dan swasta dalam posisi yang sama. Hanya dibedakan dalam pengambilan tindakan hukum, pemerintah dalam posisi sebagai penindak dan pemberi sanksi kepada pengingkar zakat, sementara lembaga swasta zakat melaporkannya kepada pemerintah.

Satu hal yang sangat urgen adalah lahirnya undang-undang yang sangat serius memperhatikan kepentingan zakat yang sebenarnya. Karena namanya “Undang-undang Pengelolaan Zakat”, maka undang-undang nomor 23 tahun 2011 hanya sebatas pada aturan pengelolaan zakat. Undang – undang ini tidak mampu menghadapi persoalan pembangkangan terhadap zakat. Dalam undang-undang ini pula pemerintah bukan merupakan kekuatan penekan untuk mensukseskan zakat, pemerintah lebih bersifat sebagai pelindung, pembina, dan pelayan. Maka kedepan diharapkan ada undang-undang yang lebih tegas dan berani, yang tidak saja mengurus pengelolaan, tetapi juga mengarah kepada pengambilan tindakan hukum bila ada pembangkangan.
Hal lain yang masih harus diperhatikan adalah, apabila zakat dibiarkan menggelinding dengan konsep ma-syi’tum (semaumu), artinya zakat tidak ada yang mengurusi secara sungguh-sungguh dan sebenarnya, sementara orang-orang kaya dibiarkan apakah mau berzakat atau tidak, maka selamanya zakat tidak akan pernah mampu menjawab problematika yang dihadapi kaum papa. Zakat akan menjadi sebuah slogan kosong yang tidak ada artinya. [Kalau sudah begini, pemerintah dengan kekuasaannya sesungguhnya mempunyai tanggung jawab terhadap persoalan zakat dan implementasinya].

B. Potensi zakat di indonesia
Potensi zakat di Indonesia menurut Menteri Agama Said Aqiel Munawar per tahunnya mencapai Rp. 7,5 triliun. Sementara hasil survei yang dilakukan PIRAC (public interest Research and Advocacy Center) mengenai Pola dan Kecenderungan Masyarakat Berzakat di 11 kota besar menyebutkan bahwa nilai zakat yang dibayarkan para muzakki berkisar antara Rp. 124.200/tahun. Sedangkan nilai zakat yang dibayarkan berkisar antara Rp. 44.000 sampai Rp. 339.000 per tahun. Dari data tersebut PIRAC memperkirakan jumlah dana ZIS yang tergalang di Indonesia berjumlah sekitar Rp. 4 triliun.

Besarnya potensi dana ZIS ini dikarenakan ajaran agama menjadi motivasi utama masyarakat untuk berderma. Hal ini tercermin dari salah satu hasil survei “Potensi dan Perilaku Masyarakat dalam Menyumbang” yang dilakukan PIRAC di 11 kota besar di Indonesia. Salah satu temuan menarik dari survei yang melibatkan 2.500 orang responden tersebut adalah dominannya peran ajaran agama dalam mempengaruhi seseorang untuk menyumbang. Hampir seluruh responden (99%) mengaku menyumbang karena dorongan ajaran agama. Kegiatan keagamaan juga mendapatkan porsi sumbangan yang cukup besar karena sebagian besar dari responden (84%) mengaku pernah menyumbang untuk organisasi keagamaan atau kegiatan keagamaan.

sHanya sebagian kecil saja (16%) yang mengaku dalam setahun terakhir ini tidak pernah menyumbang oraganisasi atau kegiatan keagamaan. Sedangkan rata-rata jumlah sumbangan untuk organisasi atau kegiatan kegamaan pun relatif besar yaitu mencapai Rp. 304.679 per tahun atau setara  dengan US$ 34 (jika 1 US$ = Rp. 10.000,-). Potensi ini akan bisa diaktualkan manakala langkah-langkah dan upaya sistematis dilakukan dengan amanah, profesional dan penuh tanggungjawab. Langkah-langkah tersebut antara lain mencakup: Sosialisasi, kelembagaan dan pendayagunaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar