Pages

Sabtu, 18 Mei 2013

syahrul


Tarif Listrik Naik, Liberalisasi Terus Berjalan

Upaya pemerintah untuk mengurangi subsidi dengan menaikkan harga jual merupakan tindakan yang zalim.
Di bulan April masyarakat dibenturkan lagi dengan kenaikan tarif tenaga listrik sebesar 4,3 persen. Kenaikan ini sejalan dengan keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang merencanakan kenaikan listrik sebesar 15 persen dalam satu tahun. Dan kenaikan ini akan direncanakan lagi di bulan, Juli dan Oktober 2013.
Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan kenaikan tarif listrik ini merupakan kenaikan listrik tahap kedua dari empat tahap yang direncanakan sejak 1 Januari 2013. “Hari ini (1/4) listrik naik lagi, tapi kami minta masyarakat untuk tidak panik terhadap kenaikan listrik ini, sebab kami telah menyosialisasikannya,” ujar Nur di Jakarta, Senin (1/4).
Pengamat ekonomi Muhammad Ishak menilai alasan yang digunakan pemerintah untuk menaikkan harga listrik adalah harga jual listrik PLN kepada konsumen lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN.
Memang kenyataannya harga listrik Indonesia sedikit lebih tinggi dibandingkan Singapura, Malaysia dan Thailand. Meskipun demikian, harga itu masih lebih murah dibandingkan dengan negara-negara seperti Vietnam, Filipina dan Brunai Darussalam.
Namun, menurut anggota Lajnah Maslahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) itu, harga tersebut diukur berdasarkan daya beli penduduk melalui pendekatan PDB per kapita. “Maka beban yang ditanggung oleh konsumen di Indonesia masih lebih besar dibandingkan dengan konsumen di negara-negara yang listriknya murah tersebut,” jelasnya.
Sebagai contoh harga listrik per kwh di Indonesia dan Malaysia untuk rumah tangga masing-masing sebesar 8,2 dan 9,9 sen dolar. Namun demikian PDB per kapita Malaysia yang mencapai US$16,200 jauh di atas Indonesia yang hanya US$4,700.
Pemerintah Zalim
Upaya pemerintah untuk mengurangi subsidi dengan menaikkan harga jual, menurut Ishak, merupakan tindakan yang zalim. Sebab, penyebab tingginya biaya produksi listrik semata-mata karena kegagalan pemerintah sendiri seperti penjualan energi murah seperti gas lebih berpihak kepada swasta/asing dan inefisiensi di tubuh PLN sendiri.

Lebih dari itu, upaya pencabutan subsidi listrik merupakan upaya sistematis pemerintah untuk memuluskan langkah liberalisasi di sektor kelistrikan. “Dengan demikian semakin banyak pihak swasta yang dapat terlibat dalam bisnis kelistrikan dan peran pemerintah menjadi lebih minimal,” terangnya kepada Media Umat.
Pada pasal 11 UU No 30 Tahun 2009, pihak swasta diberi kesempatan untuk mengusahakan penyediaan listrik baik pembangkit, transmisi, distribusi dan penjualan dalam satu wilayah atau pemecahan usaha (unbundling) secara horizontal. Adapun harga jualnya ditetapkan oleh pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD. Jika tidak ditetapkan maka mengikuti aturan pemerintah pusat.
Hal ini, menurut Ishak, harga listrik di suatu wilayah bisa berbeda dengan wilayah lain, dengan itu negosiasi tarif  listrik oleh investor dengan DPRD bisa jadi bukan lagi memperhatikan aspek kondisi masyarakat tapi keuntungan ekonomi.
“Regulasi ini memang bertujuan untuk merangsang minat swasta untuk berinvestasi di sektor kelistrikan. Dan kenyataannya memang demikian. Hingga akhir tahun 2011, sebanyak 28  perusahaan swasta yang diistilahkan dengan Independent Power Producer (IPP) memasok listrik kepada PLN  dengan kontribusi 22 persen dari total produksi listrik PLN,” tuturnya.
Jumlah tersebut akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya permintaan listrik. Harga jual IPP kepada PLN tentu saja berdasarkan harga yang menguntungkan IPP sebab orientasi mereka murni kepentingan bisnis.
Di sisi hulu, kata Ishak, pemerintah berupaya agar subsidi listrik diminimalkan bahkan dihapus secara bertahap. Dengan demikian, PLN tidak perlu menanggung kerugian dari akibat menjual listrik lebih murah dibandingkan dengan harga belinya dari IPP. PLN juga tidak perlu repot memproduksi listrik sendiri cukup membeli dari swasta.
“Jika harga jual telah dianggap menguntungkan, maka investor swasta dipastikan tidak hanya akan masuk ke usaha pembangkitan, namun juga transmisi, distribusi hingga penjualan,” pungkasnya.[] fatih mujahid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar