Pages

Sabtu, 18 Mei 2013

syahrul rahman


Drama Politik BBM

Oleh: Arim Nasim
Direktur Pusat Kajian dan Pengembangan Ekonomi Islam FPEB UPI Bandung
Publik mungkin masih ingat, sebuah drama politik bernama Sidang Paripurna DPR tanggal 31 Maret 2012, pada saat itu DPR telah berhasil memainkan drama dengan sempurna  untuk meloloskan keinginan para kapitalis asing/lokal tapi  menyenangkan sementara waktu rakyat karena kenaikan harga BBM pada waktu itu ditunda.
Drama politik  terkait BBM mungkin akan terjadi lagi tahun 2013 dengan episode yang berbeda, Kalau tahun 2012 Topiknya adalah BBM naik atau Tidak, Topik drama kali ini adalah “kompensasi kenaikan BBM untuk rakyat miskin disetujui atau tidak  “, yang dibungkus dalam tajuk perubahan APBN 2013. Kenapa topiknya kompensasi kenaikan BBM karena DPR pada tahun 2013 sudah memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menaikan harga BBM.
Namun, Pemerintah belum berani menaikkan BBM karena ini akan mengakibatkan bertambahnya orang miskin sehingga Pemerintah meminta DPR menyetujui dana kompensasi kenaikan BBM bagi rakyat miskin seperti yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, ketika menyampaikan proposal  kompensasi kenaikan harga BBM dalam  Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) senilai Rp27,186 Triliun, Agung Laksono meyakini  DPR akan menyetujui proposal ini. Dalam kesempatan lain Menko Kesra menyatakan dana tersebut akan diberikan kepada masyarakat dalam bentuk BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat)  yang besarnya antara Rp.100.000 sd 150.000 selama  maksimal 6 bulan dengan jumlah rakyat yang disantuni sebesar 65 juta orang.
Menjelang 2014 ?
Walaupun Presiden SBY memastikan bahwa Pemerintah  akan menaikkan harga BBM, tapi kelihatannya masih galau.  Kegalauan SBY  untuk menaikan harga BBM karena dipastikan kebijakan ini akan mendapat penolakan dari masyarakat dan akan menambah orang miskin baru, ini semua tentu akan berdampak kepada  citra yang jelek terhadap partai penguasa, seperti yang disampaikan oleh Menko Kesra ,  untuk mencegah naiknya angka kemiskinan akibat kenaikan harga BBM, bayangkan saja jika BBM naik, semua harga naik dan pendapatan mereka tetap, apa jumlah angka kemiskinan tidak akan bertambah ? karena itulah untuk menutupinya kebijakan yang tidak pro rakyat ini, maka Pemerintah menutupinya dengan program P4S yang salah satunya  BLSM.
Akan tetapi keyakinan Pemerintah bahwa program kompensasi ini akan disetujui ternyata masih diragukan, yang terjadi justru sebaliknya menurut Anggota DPR dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo menyatakan: Proposal dana kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi tidak layak disetujui DPR RI karena sejumlah alasan, selain  karena sejumlah program dalam proposal itu sudah terakomodasi dalam APBN 2013 seperti raskin, beasiswa untuk siswa miskin, juga ada potensi penyalahgunaan untuk kepentingan politik menuju pemilu 2014.
Alasan untuk menolak proposal menurut Bambang adalah fakta bahwa pemerintah belum efektif mengelola BBM bersubsidi karena persentase yang dicuri atau diselundupkan oleh oknum aparat Negara diperkirakan sampai 30 %, walaupun pemerintah membenarkan tapi respon pemerintah atas masalah ini masih minimalis

Kepentingan  siapa ?   
Kalau kenaikan BBM akan mengakibat rakyat miskin bertambah, lalu untuk kepentingan siapa kebijakan tersebut di lakukan pemerintah. Betulkan kenaikan BBM ini disebabkan subsidi tidak tepat sasaran  dan sebagian besar dinikmati oleh orang kaya ?
Betul memang, kita akan tersentak ketika melihat Iklan yang disampaikan oleh pemerintah untuk menunjukkan BBM subsidi ini salah sasaran, seperti iklan orang kaya pemilik Toyota Alphard yang menggunakan premium. Ini mungkin dianggap mengusik rasa keadilan,  tapi kenapa dalam kasus Lumpur Lapindo yang seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan, Pemerintah dengan “ikhlasnya” mensubsidi 7,2 Trilyun . Padahal penerima bantuan/subsidi tersebut adalah hanya seorang yaitu pemilik perusahaan yang masuk dalam kategori 40 orang terkaya di Indonesia.
Oleh karena itu alasan utama pemerintah menaikkan BBM adalah bukan karena subsidi tidak tepat sasaran tapi memang merupakan program pemerintah untuk menyempurnakan liberalisasi Migas dari sektor hulu dan hilir, di sektor hulu liberalisasi ini sudah berhasil dengan dikuasainya tambang BBM oleh asing dan swasta dengan hasil 87% tambang migas dikuasai swasta, sedangkan di sektor hilir masih terhambat karena adanya subsidi BBM.
Karena itulah perlahan, tapi pasti pemerintah berupaya untuk menyerahkan harga BBM ini ke mekanisme pasar sesuai dengan kebijakan liberalisasi. Agar kebijakan pengurangan subsidi ini kelihatan pro rakyat miskin, Pemerintah menggunakan alasan: subsidi BBM tidak tepat sasaran karena sebagian besar subsidi dinikmati oleh orang-orang kaya.
Alasan ini sebenarnya alasan yang disarankan oleh World Bank ketika memaksa Pemerintah untuk menghapus subsidi. Ini terungkap dalam dokumen World Bank: “ Utang-utang untuk reformasi kebijakan memang merekomendasi-kan sejumlah langkah seperti privatisasi dan pengurangan subsidi yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja publik…Banyak subsidi khususnya pada BBM cenderung regresif dan merugikan orang miskin ketika subsidi tersebut jatuh ke tangan orang kaya” (Indonesia Country Assistance Strategy/World Bank, 2001).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar