Pages

Kamis, 04 April 2013

syahrul

[100] 3 Maret 1924PDFPrintE-mail
Saturday, 23 March 2013 02:46
Tanggal 3 Maret 1924 (28 Rajab 1342 ) merupakan tanggal penting dalam perjalanan sejarah umat Islam. Pada saat itu, secara resmi Khilafah Islamiyah dibubarkan oleh Kamal at Tartuk, seorang  keturunan Yahudi, yang merupakan agen Inggris.
Sejak saat itu umat Islam tidak lagi memiliki institusi politik yang menyatukan umat Islam di seluruh dunia. Umat Islam tercerai berai menjadi lebih dari 50 negara bangsa (nation-state), yang membuat umat Islam lemah.
Padahal adalah perkara yang qath’i (pasti) di dalam Islam tentang kewajiban adanya persatuan umat  yang hanya akan terwujud secara riil  dengan kesatuan negara yaitu Khilafah. Kesatuan Khilafah, berarti kesatuan kepemimpinan, yakni satu Kholifah untuk seluruh kaum muslimin di dunia.
Wajibnya adanya satu khalifah untuk seluruh dunia, ditegaskan oleh Rasululllah tentang larangan adanya dua khalifah. Rasulullah SAW bersabda : “Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah  yang terakhir dari keduanya” HR Muslim.
Berkaitan tentang masalah ini, Imam an-Nawawi dalam Syarh an-Nawâwî ‘alâ Shahîh Muslim, XII/232, berkata, “Para ulama telah bersepakat bahwa tidak boleh diakadkan baiat kepada dua orang khalifah pada satu masa, baik wilayah Negara Islam itu luas ataupun tidak.”
Sejak keruntuhan Khilafah, umat Islam tidak lagi memiliki institusi negara yang menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Ketiadaan Khilafah telah membuat demikian banyak hukum-hukum Allah SWT terutama dalam perkara muamalah yang terabaikan.  Dalam masalah ekonomi, politik, pendidikan, peradilan, uqubat (sanksi), umat Islam tidak lagi secara totalitas mendasarkan kepada Alquran dan Sunnah.
Umat Islam di sebagian besar negeri Islam diatur oleh hukum-hukum kufur yang banyak di antaranya justru berasal dari penjajah mereka sendiri. Padahal menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam segenap aspek kehidupan adalah kewajiban setiap Muslim yang merupakan bukti keimanannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Sejak saat itu pula umat Islam juga tidak lagi memiliki  pelindung umat.  Penguasa-penguasa negeri Islam yang lemah saat ini, alih-alih melindungi mereka justru menjadi pembantai rakyat mereka sendiri. Seperti yang terjadi saat ini di Suriah, rezim Bashar Assad dan begundal-begundalnya membantai rakyatnya, memperkosa Muslimah, memutuskan hubungan listrik dan air. Saat ini lebih dari 90 ribu telah menjadi korban kekejaman Assad.
Alih-alih melindungi rakyat dan negaranya, penguasa-penguasa  negeri Islam yang menjadi boneka-boneka Barat malah membiarkan rakyatnya sendiri dibunuh oleh negara-negara imperialis. Rezim pengkhianat Pakistan membiarkan pesawat-pesawat tanpa awak (drone) menjatuhkan bom-bom yang membunuh rakyat sipil termasuk anak-anak. Demikian juga penguasa Yaman, Saudi, dan antek-antek Barat lainnya.  Saat ini lebih dari 1 juta umat Islam yang terbunuh di Irak, Afghanistan, Pakistan, Yaman, Mali dan negeri-negeri Islam lainnya, akibat kebuasan  negara-negara imperialis ini.
Penguasa  boneka seperti di Sudan dan Indonesia membiarkan Barat memecah belah negeri-negeri Islam.  Sudan Selatan memisahkan diri Sudan. Timor Timur memisahkan diri dari Indonesia. Sementara Papua dan Aceh juga berpotensi untuk merdeka.
Mereka juga menjual kekayaan alam negeri-negeri Islam untuk kepentingan elite-elite politik, keluarga, dan kroni-kroni rezim yang berkuasa. Negeri-negeri Islam yang kaya minyak, batubara, emas, dan tambang lainnya, malah diberikan kepada perusahaan-perusahaan swasta baik lokal maupun asing. Di sisi lain mereka membiarkan rakyat mereka sendiri kelaparan dan hidup dalam kemiskinan.
Padahal dalam Islam adalah sudah sangat jelas, barang-barang tambang  yang melimpah itu adalah milik rakyat karena masuk dalam kategori milkiyah ‘amah (pemilikan umum). Seharusnya dikelola  oleh negara dengan baik, transparan, profesional, dan hasilnya digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat.
Karena itu, seruan kepada umat untuk meninggalkan sistem kapitalisme sekuler secara total, baik liberalisme dalam ekonomi, atau demokrasi dalam politik, pluralisme dalam sistem bermasyarakat menjadi sangat penting. Karena sistem kapitalisme ini merupakan produk negara-negara penjajah  yang menjadi pangkal derita umat Islam.
Demikian juga seruan untuk kembali menegakkan Khilafah untuk menggantikan sistem kapitalisme ini menjadi sangat penting.  Sudahlah, sudah lebih selama 89 tahun umat Islam hidup dalam sistem kufur dengan penguasa pengkhianat yang menjadi boneka Barat. Kehidupan umat Islam sudah sangat menderita. Apalagi sistem kapitalisme Barat sendiri sedang sekarat menyusul kematian sistem sosialisme komunisme.
Maka pilihan yang paling rasional sekaligus syar’i (sesuai dengan hukum Islam) adalah kembali kepada Khilafah. Keberadaan Khalifah dalam penegakan syariah merupakan tâj al-furûdh (mahkota dari semua kewajiban).  Menegakkan Khilafah merupakan kewajiban yang paling penting. Al-Hashkifi al-Hanafi berkata: Menegakkan Khilafah merupakan kewajiban yang paling penting. Oleh karena itu, para Sahabat Nabi SAW mendahulukan kewajiban ini atas pemakaman jenazah pemilik mukjizat (Rasulullah SAW) (Al-Hashkifi, ad-Durr al-Mukhtâr, hlm. 75).
Umar bin Khaththab ra, dalam Shahîh al-Bukhâri, hadits nomor 6829, juga pernah menyatakan, “Aku takut manusia hidup dalam waktu lama (tanpa Khalifah) sehingga ada yang berkata, ‘Saya tidak menemukan had rajam dalam Kitabullah.’ Akibatnya, ia menjadi sesat karena meninggalkan kewajiban yang Allah turunkan.” (Farid Wadjdi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar