Pages

Jumat, 12 April 2013

DAMPAK EKONOMIS APLIKASI ZAKAT BY: APANDI LUBIS



      
 Dalam perkembangannya, zakat dapat menimbulkan dampak bagi kehidupan social ekonomi masyarakat. Sebagaimana yang telah diketahui ,zakat merupakan salah satu instrument dalam memenuhi kebutuhan pakir dan miskin serta penerima zakat lainnya , zakat mempunyai epek domino dalam kehidupan masyarakat. Di antara dampak yang ada adalah sebagai berikut:
1.      Produksi
Dengan adanya zakat , fakir dan miskin dapat memenuhi kebutuhan dasarnya . Seluruh income yang mereka dapatkan dari zakat akan dikonsumsi untuk memenuhi  kebutuhan skunder mereka. Dengan demikian, permintaan yang ada dalam pasar akan mengalami peningkatan, dan seorang produsen harus meningkatkan produksi yang di lakukan untuk memenuhi demand yang ada. Sebagai multiplier effect, pendapatan yang diterima akan naik dan investasi yang dilakukan akan bertambah.
2.      Investasi
         Dengan diwajibkan zakat, hal tersebut akan mendorong untuk melakukan investasi. Dengan alasan, jika ia tidak mekakukan investasi. Dengan alasan, jika dia tidak melakukan investasi maka dia akan mengalami kerugian financial, karena harta tersebut ditarik kedalam zakat setiap tahunnya. Dengan adanya alokasi zakat atas fakir dan miskin, hal tersebut akan menambah kemasukan mereka sehingga konsumsi yang dilakukan akan bertambah.
 Dan peningkatan konsumsi akan mendorong peningkatan produksi di mana hal tersebut akan mendorong adanya peningkatan investasi

3.      Lapangan kerja
Ada yang berpendapat bahwa zakat dapat mendorong seseorang untuk bergantung pada orang lain dan bermalas-malasan untuk bekerja sehingga akan menambah angka pengangguran. Pendapat tersebut tidak benar karena dengan adanya zakat, permintaan akan tenaga kerja semakin bertabah dan akan mengurangi pengangguran. Seperti dijelaskan di atas, zakat akan meningkatkan produksi dan investasi dalam dunia usaha sehingga permintaan terhadap karyawan akan bertambah. Dengan adanya zakat, permintaaan terhadap tenaga kerja bertambah dan pengangguran berkurang.
4.      Pengurangan dan kesenjangan Sosial
Islam mengakui mengakui adanya perbedaan atas tingkat kehidupan dan rezeki masyarakat, hal tersebut sesuai dengan krakter dasar dan kemampuan manusia. Akan tetapi, perbedaan yang ada bukan berarti membiarkan qrang yang kaya semakin kaya dan orang yang  miskin semakin jatuh miskin sehingga kesenjangan social semakin Nampak. Karena itu, diperlukan intervensi untuk meminimalisir keadaan tersebut. Salah satu instrument yang berfungsi untuk mengatasi kesenjangan tersebut adalah diwajibkannya zakat bagi orang-orang kaya. Hal tersebut juga dimaksudkan agar harta taidak hanya beerputar disekitar orang-orang kaya. Allah SWT berfirman “ agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antarakamu” ( QS. Al-hasry : 7 )
                         Dengan adanya kewajiban zakat, kesenjangan social yang ada akan berkurang dan peningkatan hidup masyarakat semakin membaik.

5.      Pertumbuhan Ekonomi
Zakat dapat menyebabkan meningkatnya pendapatan pakir dan miskin yang pada akhirnya konsumsi yang dilakukan juga akan mengalami  peningkatan. Secara teori, dengan adanya penngkatan konsumsi maka sector produksi dan investasi akan mengalami peningkatan. Dengan demikian, permintaan terhadap tenaga kerja ikut meningkat sehingga pendapatan dan kekayaan masyarakat juga akan mengalami peningkatan. Fenomena tersebut mengindikasikan adanya pertumbuhan kehidupan ekonomi dan social masyarakat.

Kamis, 04 April 2013

syahrul


Ekonomi Syariah Wujudkan Sistem Ekonomi Berkelanjutan

Penerapan ekonomi syariah mampu mewujudkan sistem ekonomi berkelanjutan yang stabil dan menjaminnya tidak rentan terhadap krisis seperti yang saat ini dihadapi masyarakat global, kata konselor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Berlin, Jerman Ayodhia G.L Kalake.
“Saat ini dunia sedang menghadapi berbagai tantangan seperti menipisnya sumber energi dan pangan akibat tingginya permintaan disertai pertumbuhan populasi,” kata Ayodhia pada pembukaan Konferensi Ekonomi Syariah yang diselenggarakan Perhimpunan Inteletual Muslim Indonesia (PRIMA) Sabtu, di Hannover, Jerman.
Ia melanjutkan ekonomi syariah mampu menyelesaikan permasalahan tersebut karena bertujuan memeratakan dan menjaga keseimbangan kesejahteraan.
“Syariah mengatur agar sumberdaya tidak dikuasai oleh para kapitalis,” ujar Ayodhia.
Menurut dia, di bidang perbankan aset syariah di Indonesia saat ini telah mencapai Rp179 triliun atau setara dengan 18,5 miliar dolar AS. Sedangkan jumlah nasabah bank syariah di Indonesia tumbuh 36 persen sepanjang 2011 – 2012, dan kini mencapai 13,4 juta rekening.
Di Indonesia perbankan syariah tidak hanya mencakup lembaga-lembaga usaha tapi juga terdiri dari aktivitas sosial seperti penggalangan dana, infaq (memberikan harta yang dimiliki kepada yang membutuhkan), dan keuangan waqaf (menyerahkan sebagian atau keseluruhan harta yang dimiliki untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan masyarakat untuk selama-lamanya).
Jumlah dana sosial yang terkumpul dan disalurkan melalui bank syariah adalah Rp94,9 miliar atau setara 9,7 juta dolar AS, jelas Ayodhia.
Prinsip-prinsip ekonomi syariah tidak hanya terbatas pada aspek perbankan. Merujuk pada kebutuhan masyarakat dunia dan tuntutan pembangunan berkelanjutan, perputaran roda ekonomi juga harus mempertimbangkan perlindungan lingkungan dan perubahan iklim.
Selain itu prinsip syrariah juga menjadi dasar pengembangan teknologi di bidang kesehatan, pengolahan sumberdaya alam, industri pangan, dan lain sebagainya.
“Sinergi antara ekonomi syariah dan teknologi syariah akan membangun pertahanan ekonomi yang kuat dalam suatu negara dalam menghadapi tantangan di masa mendatang,” kata Ayodhia. (antaranews.com, 11/2)

syahrul

[100] 3 Maret 1924PDFPrintE-mail
Saturday, 23 March 2013 02:46
Tanggal 3 Maret 1924 (28 Rajab 1342 ) merupakan tanggal penting dalam perjalanan sejarah umat Islam. Pada saat itu, secara resmi Khilafah Islamiyah dibubarkan oleh Kamal at Tartuk, seorang  keturunan Yahudi, yang merupakan agen Inggris.
Sejak saat itu umat Islam tidak lagi memiliki institusi politik yang menyatukan umat Islam di seluruh dunia. Umat Islam tercerai berai menjadi lebih dari 50 negara bangsa (nation-state), yang membuat umat Islam lemah.
Padahal adalah perkara yang qath’i (pasti) di dalam Islam tentang kewajiban adanya persatuan umat  yang hanya akan terwujud secara riil  dengan kesatuan negara yaitu Khilafah. Kesatuan Khilafah, berarti kesatuan kepemimpinan, yakni satu Kholifah untuk seluruh kaum muslimin di dunia.
Wajibnya adanya satu khalifah untuk seluruh dunia, ditegaskan oleh Rasululllah tentang larangan adanya dua khalifah. Rasulullah SAW bersabda : “Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah  yang terakhir dari keduanya” HR Muslim.
Berkaitan tentang masalah ini, Imam an-Nawawi dalam Syarh an-Nawâwî ‘alâ Shahîh Muslim, XII/232, berkata, “Para ulama telah bersepakat bahwa tidak boleh diakadkan baiat kepada dua orang khalifah pada satu masa, baik wilayah Negara Islam itu luas ataupun tidak.”
Sejak keruntuhan Khilafah, umat Islam tidak lagi memiliki institusi negara yang menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Ketiadaan Khilafah telah membuat demikian banyak hukum-hukum Allah SWT terutama dalam perkara muamalah yang terabaikan.  Dalam masalah ekonomi, politik, pendidikan, peradilan, uqubat (sanksi), umat Islam tidak lagi secara totalitas mendasarkan kepada Alquran dan Sunnah.
Umat Islam di sebagian besar negeri Islam diatur oleh hukum-hukum kufur yang banyak di antaranya justru berasal dari penjajah mereka sendiri. Padahal menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam segenap aspek kehidupan adalah kewajiban setiap Muslim yang merupakan bukti keimanannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Sejak saat itu pula umat Islam juga tidak lagi memiliki  pelindung umat.  Penguasa-penguasa negeri Islam yang lemah saat ini, alih-alih melindungi mereka justru menjadi pembantai rakyat mereka sendiri. Seperti yang terjadi saat ini di Suriah, rezim Bashar Assad dan begundal-begundalnya membantai rakyatnya, memperkosa Muslimah, memutuskan hubungan listrik dan air. Saat ini lebih dari 90 ribu telah menjadi korban kekejaman Assad.
Alih-alih melindungi rakyat dan negaranya, penguasa-penguasa  negeri Islam yang menjadi boneka-boneka Barat malah membiarkan rakyatnya sendiri dibunuh oleh negara-negara imperialis. Rezim pengkhianat Pakistan membiarkan pesawat-pesawat tanpa awak (drone) menjatuhkan bom-bom yang membunuh rakyat sipil termasuk anak-anak. Demikian juga penguasa Yaman, Saudi, dan antek-antek Barat lainnya.  Saat ini lebih dari 1 juta umat Islam yang terbunuh di Irak, Afghanistan, Pakistan, Yaman, Mali dan negeri-negeri Islam lainnya, akibat kebuasan  negara-negara imperialis ini.
Penguasa  boneka seperti di Sudan dan Indonesia membiarkan Barat memecah belah negeri-negeri Islam.  Sudan Selatan memisahkan diri Sudan. Timor Timur memisahkan diri dari Indonesia. Sementara Papua dan Aceh juga berpotensi untuk merdeka.
Mereka juga menjual kekayaan alam negeri-negeri Islam untuk kepentingan elite-elite politik, keluarga, dan kroni-kroni rezim yang berkuasa. Negeri-negeri Islam yang kaya minyak, batubara, emas, dan tambang lainnya, malah diberikan kepada perusahaan-perusahaan swasta baik lokal maupun asing. Di sisi lain mereka membiarkan rakyat mereka sendiri kelaparan dan hidup dalam kemiskinan.
Padahal dalam Islam adalah sudah sangat jelas, barang-barang tambang  yang melimpah itu adalah milik rakyat karena masuk dalam kategori milkiyah ‘amah (pemilikan umum). Seharusnya dikelola  oleh negara dengan baik, transparan, profesional, dan hasilnya digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat.
Karena itu, seruan kepada umat untuk meninggalkan sistem kapitalisme sekuler secara total, baik liberalisme dalam ekonomi, atau demokrasi dalam politik, pluralisme dalam sistem bermasyarakat menjadi sangat penting. Karena sistem kapitalisme ini merupakan produk negara-negara penjajah  yang menjadi pangkal derita umat Islam.
Demikian juga seruan untuk kembali menegakkan Khilafah untuk menggantikan sistem kapitalisme ini menjadi sangat penting.  Sudahlah, sudah lebih selama 89 tahun umat Islam hidup dalam sistem kufur dengan penguasa pengkhianat yang menjadi boneka Barat. Kehidupan umat Islam sudah sangat menderita. Apalagi sistem kapitalisme Barat sendiri sedang sekarat menyusul kematian sistem sosialisme komunisme.
Maka pilihan yang paling rasional sekaligus syar’i (sesuai dengan hukum Islam) adalah kembali kepada Khilafah. Keberadaan Khalifah dalam penegakan syariah merupakan tâj al-furûdh (mahkota dari semua kewajiban).  Menegakkan Khilafah merupakan kewajiban yang paling penting. Al-Hashkifi al-Hanafi berkata: Menegakkan Khilafah merupakan kewajiban yang paling penting. Oleh karena itu, para Sahabat Nabi SAW mendahulukan kewajiban ini atas pemakaman jenazah pemilik mukjizat (Rasulullah SAW) (Al-Hashkifi, ad-Durr al-Mukhtâr, hlm. 75).
Umar bin Khaththab ra, dalam Shahîh al-Bukhâri, hadits nomor 6829, juga pernah menyatakan, “Aku takut manusia hidup dalam waktu lama (tanpa Khalifah) sehingga ada yang berkata, ‘Saya tidak menemukan had rajam dalam Kitabullah.’ Akibatnya, ia menjadi sesat karena meninggalkan kewajiban yang Allah turunkan.” (Farid Wadjdi)


Rabu, 03 April 2013

syahrul

[100] Pengusaha dan Tantangan Pasca Berdirinya Khilafah (1)PDFPrintE-mail
Saturday, 23 March 2013 02:51
Alhamdulillah…Luar biasa…Allahu Akbar!!!
Pengusaha Pejuang Syariah dan Khilafah, rasanya telah banyak tulisan di berbagai media yang menghadirkan sosok sistem negara yang sangat khas ini, Khilafah! Dari yang bernada sangat ekstrim membencinya (karena belum memahaminya, belum dapat menerimanya, bahkan mungkin bertabrakan kepentingan dengannya) atau menyambutnya dengan alakadar karena memang tak dapat dibantah dengan nalar hingga menyongsongnya penuh yakin dan semangat sebagai sebuah keniscayaan sejarah yang akan kembali berulang dalam pentas peradaban dunia. Apapun, semua itu semakin menunjukkan bahwa Khilafah akan datang, suka ataupun tidak, benci ataupun rindu. Insyaallah, it’s a matter of time.
Tanda-tanda kehadiran Khilafah makin hari makin menguat  di tengah sebagian besar umat yang semakin sadar akan keislamannya. Di tengah  sebagian besar umat yang telah sadar dan menginginkan kembalinya institusi Khilafah, persatuan hakiki setelah terpecah lebih dari 50-an nation state. Terlebih, sebagian besar umat telah mengetahui dengan jelas siapa sesungguhnya musuh dan penjajah umat yang nyata.  Juga di tengah AS, sang biang penjajahan umat itu kini tengah jatuh bergelimang kesulitan. Apalagi di tengah wibawa penguasa negeri-negeri kaum Muslimin yang telah rontok.
Pengusaha sudah seharusnya tidak lagi skeptis, pragmatis apalagi sinis terhadap gejolak perubahan yang sedang terjadi. Sebaliknya, pengusaha semestinya senantiasa bersiap dan fokus pada perjuangan penegakan kembali syariah dan khilafah.  Karenanya, tulisan ini lebih fokus pada tataran konsekuensi tantangan yang akan dihadapi pasca berdirinya Khilafah dan – tentu saja – peran strategis yang dapat diampu oleh pengusaha pejuang syariah dan khilafah.
Pengusaha Pejuang Syariah dan Khilafah, secara garis besar akan terdapat lima macam tantangan potensial pasca berdirinya Khilafah nantinya, yaitu
Pertama, penentangan dari dalam negeri terhadap penerapan Islam dalam segala aspeknya secara sekaligus.
Kedua, aktivitas penyiapan pemikiran dan mental umat guna menghadapi penentangan dari luar negeri, baik secara (perang) fisik (invasi), perang pemikiran, maupun embargo. Penentangan ini sangat mungkin terjadi karena sudah menjadi rahasia umum bahwa ketiadaan Khilafah membuat negara-negara barat (AS dkk) leluasa menjajah dan menjarah negeri-negeri Muslim. Bahkan sekarang pun AS telah melakukannya dengan menyebut Islam sebagai sumber terorisme dan melancarkan perang melawan terorisme (The War Against Terrorism) sejak peristiwa 9/11 tahun 2001.
Penentangan dalam bentuk embargo juga sangat mungkin dilakukan. Sejumlah sarana atau cara yang mungkin digunakan oleh negara kafir untuk melakukan embargo antara lain : (1) Undang-Undang Internasional (via resolusi PBB), (2) melalui negara tetangga Khilafah yang menjadi agen penjajah, dan (3) pemaksaan resolusi dengan kekuatan militer (invasi).
Ketiga, keterbatasan berbagai sumberdaya (manusia, dana, cadangan pangan, obat-obatan, bahan bakar, dll) bagi keberlangsungan khilafah.
Keempat, persiapan persenjataan militer, dan segala sesuatu yang menjadi konsekuensi dari persiapan ini;
Kelima, penghapusan dan pengubahan berbagai realitas buruk peninggalan sistem lama dalam segala bentuknya di segala bidang, seperti :
(1) pengubahan sistem pendidikan sekuler menjadi sistem pendidikan islami;
(2) penataan ulang media massa (koran, majalah, TV, internet, dll) agar sesuai dengan Islam;
(3) transformasi sistem uang kertas (fiat money) menjadi sistem mata uang dinar dan dirham berbasis emas dan perak;
(4) perbaikan sistem birokrasi yang korup menjadi sistem birokrasi yang bersih dan profesional;
(5) penataan ulang kepemilikan umum (seperti listrik, air, dan berbagai tambang) dan redistribusinya secara adil menurut Islam;
(6) reorganisasi dan restrukturisasi angkatan bersenjata dan kepolisian;
(7) penyelesaian berbagai tanggung jawab yang terkait hak dan kewajiban sebelum Khilafah, seperti masalah utang piutang, sengketa tanah, termasuk berbagai kejahatan (pembunuhan, pencurian, dll) yang belum divonis oleh pengadilan sebelum Khilafah.
Inilah setidaknya tantangan-tantangan potensial utama yang akan dihadapi negara Khilafah nantinya. Lalu, bagaimana Khilafah menghadapinya kelak dan peran strategis apa yang bisa diberikan oleh pengusaha pejuang syariah dan khilafah? Ibarat pantun...Bunga mawar bunga melati, kehadiran Khilafah sudah pasti! Jadi jangan ke mana-mana karena jawabannya akan tayang pada edisi berikutnya.

Muhammad Karebet Widjajakusuma
Ketua LKP Pusat
Praktisi Bisnis Syariah bidang Konsultasi, Riset dan Training


syahrul


Masyarakat Dunia Apresiasi Konferensi Ekonomi Syariah

Para akademisi dan praktisi dari berbagai lembaga di seluruh dunia mengapresiasi pelaksanaan Konferensi Ekonomi Syariah yang diselenggarakan Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (PRIMA) pada 9 Februari, di Hannover, Jerman.
Panitia pelaksana Adhipati Y Indradiningrat dalam pernyataanya yang diterima ANTARA di Delft Selasa mengatakan peserta konferensi tersebut berjumlah lebih dari 100 orang, berasal dari Indonesia, Malaysia, Pakistan, Inggris, Belanda, Jerman, Italia, Azerbaijan, Australia, dan Georgia.
Konferensi Ekonomi Syariah menjadi agenda tahunan PRIMA, dan rencananya tahun depan akan diadakan di Goettingen, Jerman, tambahnya.
Konferensi bertema “Hubungan Ekonomi Syariah Dalam Turbulensi Ekonomi Global” menghadirkan para pembicara internasional yakni Prof. Dr. Volker Nienhaus dari Pusat Pendidikan Keuangan Islam Internasional (International Centre For Education In Islamic Finance, INCEIF), Jamal D Harwood dari Universitas Wales, Inggris dan Idries de Vries penasihat bidang industry minyak dan gas bumi, Dr. Hadi Susanto dari Universitas Nottingham, Inggris serta Dr. Dwi Condro Triono dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta.
Dalam sambutannya, konselor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Berlin, Jerman Ayodhia G.L Kalake menyatakan apresiasinya atas penyelenggaraan konferensi tersebut yang membahas permasalahan ekonomi global dan mengajukan solusi untuk mengatasinya.
“Saya yakin konferensi ini menghasilkan masukan yang penting bagi perencanaan ekonomi Indonesia di mas mendatang dan menjadikan ekonomi dunia lebih baik,” kata Ayodhia.
Peserta dari Azerbaijan, Ayaz Asad mengatakan sangat berterima kasih atas penyelengaaran konferensi syariah tersebut karena mendapatkan banyak manfaat dari pemaparan materi konferensi.
“Saya ingin berterima kasih pada anda semua karena menyelenggarakan kegiatan yang sangat baik ini. Saya senang dapat berpartisipasi dan memperoleh banyak kebaikan,” ujarnya.
Apresiasi atas konferensi ini juga disampaikan peserta dari Akademi Penelitian Syariah Internasional Untuk Keuangan Islam (ISRA), Universitas Lorong, Malaysia, Abdussalam Ismail Onagun yang berkebangsaan Nigeria.
“Anda mungkin merasa apa yang anda lakukan hanya sesuatu yang biasa. Tidak, ini adalah hal yang luar biasa, sebuah konferensi yang memberikan kontribusi sangat besar bagi ekonomi syariah. Semoga Allah memberikan kesuksesan selalu untuk anda semua,” katanya.
Dalam konferensi ini Onagun menulis makalah berjudul “Sistem Pemerintahan Syariah: Suatu Kebutuhan Bagi Pendekatan Profesional”, yang dipaparkan bersama dengan belasan makalah lainnya yang ditulis para akademisi dan praktisi dari Italia, Georgia, Inggris, Jerman, Malaysia dan Indonesia. (antaranews.com, 12/2)